Oleh: Bayan Wahyu Annasihi
Pada awal tahun 2022 kemarin,
jagat media sosial (khususnya di Lombok) dikejutkan oleh pernyataan salah satu penceramah
yang kembali mengangkat isu ziarah kubur. Selain dianggap “menghina” ajaran dan
adat oleh beberapa kelompok masyarakat, pernyataan penceramah tersebut juga
memicu keresahan dan kemarahan masyarakat.
Secara umum, ziarah kubur
dalam Islam diperbolehkan. Bahkan, status kebolehan tersebut bisa naik menjadi
sunnah jika mengaca kepada hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, riwayat
Imam Ahmad dan Thabrani, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم :
نَهَيْتُكُمْ عَنْ
زِيَارَةِ الْقُبُورِ، ثُمَّ بَدَا لِي أَنَّهَا تُرِقُّ الْقُلُوْبَ وَتُدْمِعُ
الْعَيْنَ وَتُذَكِّرُ الآخِرَةَ فَزُورُوهَا ولا تَقُولُوا هُجْرا
﴿رواه الإمام أحمد والطبراني﴾
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik Radiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: “Dahulu, saya melarang kalian berziarah kubur. Namun sekarang,
berziarahlah kalian! Sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati,
menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata
buruk/sia-sia (pada saat ziarah).” (HR. Imam Ahmad dan Thabrani)
Dalam pandangan Imam al-Sarkhasi
al-Hanafi, larangan menziarahi kubur hanya berlaku pada masa jahiliah saja. Tersebab,
orang-orang pada masa jahiliah meratapi orang yang meninggal di atas kubur
mereka dan bertutur kata yang tidak pantas, kebohongan serta hal-hal yang tidak mungkin.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
ونَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُور، فَزُورُوهَا،
ولا تَقُولُوا هُجْرا
Lafadz hujran yang
berarti kata yang sia-sia/buruk, menjadi dasar kebolehan ziarah kubur menurut para ulama.
Demikian juga pendapat Imam
Abul Qasim bin Jallab dari madzhab maliki. Menurut beliau, tiada masalah dengan
ziarah kubur serta tidak memiliki batasan waktu tertentu. Senada dengan
pandangan Imam Abu Qasim, al-Allamah Imam Abu Abdillah al-Kharsyi al-Maliki
bahkan berpendapat bahwa perkara ziarah kubur itu disunnahkan tanpa adanya batasan
apapun, seperti sekali dalam seminggu atau pada hari tertentu, seperti hari
Jum’at. Bahkan, beliau berpendapat tidak ada larangan bagi seorang peziarah
untuk bermalam disana.
Imam Syafi’i ketika mengomentari
hadist riwayat Imam Malik di atas, memperbolehkan ziarah kubur dengan syarat tidak
melontarkan perkataan yang sia-sia,-seperti mendoakan mayyit mendapat kecelakaan,
kebinasaan-serta tidak meratapinya. Akan tetapi, jika ziarahmu meminta ampunan untuk
mayyit dengan niat hati yang khalis, ingat akhirat, maka sangat
dianjurkan. Bahkan, Imam Ibnu Qudamah al-Hanbali bertutur, kami tidak
menemukan khilaf di antara ulama tentang kebolehan ziarah kubur. Ali bin Sa’id bahkan
pernah bertanya pendapat Imam Ahmad perihal ziarah kubur, mana yang lebih
utama, berziarah atau meninggalkannya? Imam Ahmad menjawab, bahwa menziarahi
kubur lebih utama daripada meninggalkannya.
Dari uraian di atas, penulis
rasa hukum ziarah kubur secara umum telah jelas. Namun yang menjadi pertanyaan
selanjutnya adalah, bagaimana hukum menziarahi kubur bagi perempuan?
Dari uraian dalil-dalil diatas,
tiada satu dalil pun yang hanya mengacu kepada laki-laki saja. Ibnu Rusydi
al-Maliki berpendapat, kebolehan ziarah kubur dalam hadits Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Adapun hadits yang
berbunyi, “لعن
الزوارات القبور” merupakan hadist mansukh sebelum
adanya rukhsah (keringanan). Sehingga, dengan adanya rukhsah, ziarah
kubur boleh-boleh saja, baik bagi laki-laki dan perempuan.
Al-‘Allamah
al-Tahtawi al-Hanafi setelah berbincang tentang khilaf ziarah kubur, beliau
berkesimpulan bahwasanya,
أن محل الرخص لهن إذا كانت الزيارة على وجه ليس فيه
فتنة، والأصح : أن الرخصة ثابتـة للرجال والنساء؛
Selama ziarah tidak menimbulkan
fitnah, maka perempuan mendapat rukhsah untuk menziarahi kubur.
Sebagaimana Sayyidah Fatimah RA sering menziarahi sayyidana Hamzah setiap hari
Jum’at. Begitu pula Sayyidah Aisyah RA juga seringkali berziarah ke makam saudaranya,
Abdurrahman di Makkah.
Berziarah Pada Hari-hari
Tertentu
Kita semua tahu, beberapa hari
memiliki keutamaan tersendiri. Sehingga, syari’at-dalam berbagai
kesempatan-mendorong untuk meningkatkan ibadah dan kebaikan pada hari-hari
tersebut.
1) Hari
Jum’at :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى
اللّٰه عليه وسلم : من زارَ قبرَ أبَويهِ
أو أحدِهما كلَّ جمعةٍ غُفِرَ لهُ وكُتِبَ برًّا. (رواه الطبراني)
Dari Abu Hurairah RA, beliau
berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Siapa saja
yang menziarahi kubur orang tuanya atau salah satunya setiap hari Jum’at, maka
ia akan diampuni dan dicatat sebagai anak yang berbakti. (HR. Thabrani)
Al-‘Allamah Ibn
Abidin Al-Hanafi berkata, “Hendaknya seorang muslim berziarah sekali
seminggu pada hari-hari tertentu. Beliau
juga menambahkan dalam kitab Syarah Lubab Al-Manasik, hari yang bagus
untuk ziarah adalah hari Jum’at, Sabtu, Senin dan Kamis. Muhammad bin Wasi’ berpendapat
bahwa mayit yang diziarahi mengetahui penziarahnya pada hari Kamis, Jum’at, dan
Sabtu.
2) Pertengahan
bulan Sya’ban atau malamnya :
Diriwayatkan, Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam pernah menziarahi makam Baqi’ (areal pemakaman jenazah
sahabat Nabi) di malam nisfu Sya’ban.
عن عائشة رضي الله عنها قالت : “فقدت رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة،
فخرجت فإذا هو بالبقيع، فقال : أكنتِ تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله؟ قلت : يا
رسول الله، إني ظننت أنك أتيت بعض نسائك، فقال: إن الله تبارك وتعالى ينـزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا،
فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب. (رواه الإمام أحمد والترميذي وابن ماجه والبيهقي(
Ummul mukminin, Sayyidah Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha berkata, “Suatu malam, saya tidak menjumpai
Rasulullah. Setelah saya keluar, ternyata beliau ada di Baqi’. Lantas, beliau bersabda,
“Apakah kamu takut Allah dan Rasul-Nya mengabaikanmu?” Saya menjawab, “Wahai
Rasulullah, saya mengira engkau mengunjungi salah satu di antara istri-istrimu.”
Kemudian, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya
(rahmat) Allah turun ke muka bumi pada malam Nishfu Sya’ban, dan Ia
mengampuni dosa-dosa yang melebihi dari jumlah bulu kambing suku Kalb.” (HR.
Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Baihaqi)
3) Tahun
baru Hijriyah
Dalam riwayat Abdur Razak,
Dari Muhammad bin Ibrahim Al-Tamimi, ia berkata, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam pernah mengunjungi makam para syuhada ketika awal tahun
(Hijriyah). Kemudian, beliau berdoa,
سلام عليكم بما صبرتم
فنعم عقبى الدار
Ditemukan juga riwayat bahwa
sahabat Abu Bakar RA dan Utsman RA pernah berziarah pada tahun baru Hijriah.
4) Musim
Haji
Diriwayatkan dari Ibrahim al-Nakha’I,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam keluar bersama para sahabatnya
ke pekuburan pada haji wada’. beliau pun berjalan masuk. Sampai pada di sebuah
makam, beliau duduk. Tak berselang lama, beliau berdiri sambil menangis. Kemudian
bersabda, “Ini kuburan ibuku, Aminah.” (HR. Ibnu Syibah)
—
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ سِرِّيْ
وَعَلاَنِيَتِيْ فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِيْ، وَتَعْلَمُ حَاجَتِيْ فَأَعْطَنِيْ
سُؤْلِيْ، وَتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ، اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا دَائِمًا يُبَاشِرُ قَلْبِيْ، وَأَسْأَلُكَ
يَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَنْ يُصِيْبَنِيْ إِلاَّ مَا
كَتَبْتَهُ عَلَيَّ، وَالرِّضَا بِمَا قَسَمْتَهُ لِيْ يَا ذَا الْجَلاَلِ
وَاْلإِكْرَامِ.
Wallahu a’lam bishowab.
Sumber : Al-Ahkam al-Muta’alliqah
bil Janaiz Wal Maqabir, Dar al-Ifta’