KM-NTB Mesir — Acara pembukaan program tahun ini, terbilang cukup unik dan menarik. Melihat konsep acara yang ditawarkan, sangat jarang dilakukan. Berangkat dari rancangan acara yang sederhana, dengan mengangkat ide bertema Silaturahmi Senior dan Ngopi Bareng di Sekretariat KM-NTB pada hari Minggu (10/11/20), momen perkumpulan para senior kali ini terasa cukup hangat dan berkesan dengan dihadiri 23 orang peserta.
Acara ini baru dapat dimulai sekitar pukul 16.00 WLK, tepat seusai shalat ashar berjamaah dan bincang santai di Aula. Dari situ para peserta satu demi satu berdatangan memenuhi ruangan tersebut, hingga akhirnya dimulailah acara silaturahim senior secara resmi. Selaku pembawa acara, Ust. Abdullah Fatih, Lc,. Dipl. mengawali pembukaan sesi itu dengan sedikit sambutan dan perkenalan yang diselingi humor canda tawa pencair suasana. Baru kemudian beranjak pada sesi zikir dan doa, yang dipimpin oleh Ust. Zainul Mukhlisin dan Ust. Azwar Anas, Lc,.
Setelah itu, sambutan dari Ust. Ahmad Alimuddin Ghozali, Lc,. selaku Gubernur KM-NTB, menjelaskan tentang maksud dari pengadaan acara tersebut, yang tidak lain adalah untuk sebagai sarana penguat silaturahim para senior yang diketahui selama ini jarang bersua dan berkumpul bersama di Sekretariat KM-NTB. Serta, sebagai momen saling mengingatkan kembali akan prinsip, semangat dan niat mulia yang telah tertanam dari para leluhur KM-NTB dahulu. Program itu dilaksakan mengingat saat ini jumlah anggota KM-NTB yang terus bertambah, maka tentu juga dibutuhkan pengingat untuk menguatkan kembali nilai dan prinsip itu, agar setiap langkah dari warga KM-NTB tetap bisa terjaga pada prinsipnya.
Pada sesi selanjutnya, pembawa acara meminta setiap perwakilan angkatan untuk berbagi pesan dan kesannya selama di Mesir dan di KM-NTB, untuk selanjutnya menjadi nasihat bersama sekaligus penguat dari para pengurus KM-NTB yang hadir. Kesempatan pertama diawali oleh angkatan termuda Ust. Rapta Rizkan Faizi, yang menyampaikan tentang manis dan getirnya pengalaman pertama ketika tiba di Mesir. Dan momen sederhana yang tidak terlupakan adalah ketika sambutan antusias dan hangat yang diterima dari Ust. Abdul Karim Kertasari selaku seniornya, yang mampu membekas dalam ingatan hingga sekarang. Hal itu sontak membuat riuh para hadirin di tempat, sambil membangkitkan kenangan indah kembali akan pentingnya peran senior pada waktu itu.
Kemudian pembicara kedua dari Ust. Farizal Agustian, yang bercerita tentang perbedaan nyata dari KM-NTB lama dan baru dari segi kualitas dan kuantitasnya, yang menurutnya merupakan sebuah kebaikan yang patut disyukuri, sekaligus tantangan besar bagi KM-NTB ke depannya untuk dapat menjaga serta meningkatkannya lebih baik.
Disambung oleh pembicara ketiga Ust, Sholehuddin Firdaus, yang berbicara tentang rasa syukur atas pengalamannya selama berorganisasi, lantaran menurutnya karena sebab itulah yang membuat dirinya bisa lebih berani dan terbuka hingga saat ini. Sebuah kesyukuran yang sangat ditekankan berkali-kali, hingga menjadi sebuah pembelajaran sekaligus ajakan kepada para hadirin yang lain agar terus serta mendorong generasi selanjutnya untuk rela mengabdi pada organisasi KM-NTB.
Sebelum menjelang adzan maghrib tiba, Ust. Harumaen Abdul Wahid memanfaatkan kesempatannya untuk berbagi cerita tentang proses pejuangannya selama di Mesir, yang membutuhkan usaha dan kesabaran yang ekstra hingga akhirnya bisa duduk di bangku kuliah saat ini. Dan secara langsung disampaikan, bahwa khusus untuk pengalamannya sebelum kuliah ada baiknya jika diceritakan di belakang acara, yang lagi-lagi membuat tawa hadirin pecah, lantaran pembawaan yang lucu dari pembicara saat itu.
Acara sementara dihentikan, melihat kumandang adzan telah dilantunkan dan para hadirin segera berpencar mempersiapkan diri masing-masing. Seusai sholat berjamaah maghrib berlangsung, acara kembali berlanjut. Dan kesempatan berbicara diberikan kepada Ust. Azwar Anas, yang menyampaikan tentang perasaanya di masa awal kedatangan sebagai anak baru saat itu, yang kurang mendapatkan pengayoman. Ini menjadi point yang patut untuk diperhatikan oleh pengurus, bahkan oleh warga KM-NTB sendiri secara keseluruhan demi membimbing adik-adik PUSIBA yang akan datang.
Lalu, berlanjut pada sesi penyampaian dari Ust. Idrik Rahman yang membahas tentang ke-Azhar-an, sesuai dengan tema yang sebelumnya ditawarkan oleh Gubernur KM-NTB kepadanya. Dari sana, pertama disampaiakn bahwa menurutnya Al-Azhar telah dikenalnya pertama kali sejak di Lombok, dan khususnya ketika masih menjadi santri bersama-sama dengan Ust. Qomar dan Ust. Haryadi. Kemudian, yang unik dari penyamapian Ust. Idrik adalah ketika mengatakan, “Ilmu di Al-Azhar itu tidak pernah habis, hal itu bisa dilihat dari rotasi pelajaran di Azhar yang selalu diperbarui. Jadi tidak ada istilah yang paling berilmu di antara kita, baik senior ataupun junior. Sebab semua ilmu yang ada di Al-Azhar ini sangat dinamis dan beragam. Maka jadikan keilmuan itu tadi, sebagai tolak ukur kesuksesan (kepengurusan organisasi)”.
Dan tidak kalah menarik, Ust. Samsul Hadi menyampaikan terkait kenangannya yang sedikit bercerita tentang manisnya momen pertama saat tiba di Mesir yang langsung diterima oleh Ust. Lukam Hakim kala itu, dan langsung mengajaknya menginap di Buuts. Menurutnya, dari situ sebenarnya peran senior sangat dibutuhkan. Hubungan erat antara senior dan jumior mestinya harus terbangun. Karena dari situlah pondasi kekeluargaan sebenarnya, berangkat dari pengenalan, terus pendekatan lalu akan timbul rasa nyaman untuk saling membantu, hingga lahirlah pelan-pelan rasa kemandirian kekeluargaan.
Bahkan saking perlunya hal itu, dahulu ketika ada seorang senior yang terkesan angker/keramat, tetap saja kita sebagai junior berusaha mendekati dan mengambil pelajaran darinya dengan sebisa mungkin. Lalu, Ust. Samsul juga menyampaikan, “Teringat dulu KM-NTB itu masih sangat eksklusif, dan baru mulai dikenal lantaran peran senior yang aktif diluar seperti sosok TGH. Habibi, yang sering tampil di tempat umum membawa adat Sasak. Dan puncaknya, adalah ketika beliau tampil secara totalitas menampilkan adat Presean dengan tidak mengenakan baju, layaknya Presean asli seperti di Lombok. Sontak seketika hal itu membuat decak kagum para Masisir yang melihatnya, sekaligus keheranan melihat aksinya yang beradu saling pukul dengan rotan (presean) sambil telanjang dada. Hingga dari situlah banyak yang menyangka bahwa kesaktian masih lekat dengan dirinya dan golongan kekeluargaannya (KM-NTB), dan akhirnya perlahan kekeluargaan kita mulai terkenal luas.
Kemudian disusul oleh penyampaian dari Ust. Qomaruddin, yang menyampaikan tentang pentingnya bagi kekeluargaan untuk selalu menjaga silaturahmi nomer satu, serta kerekatan antar seluruh warga. Disambung setelah itu oleh Ust. Jauhar, yang menimpali ungkapan dari Ust. Samsul Hadi sebelumnya yang menyinggungnya tentang kecerdasan yang menurutnya bukan menjadi tolok ukur, melainkan ada juga yang namanya kegigihan serta keistikamahan dll. yang perlu diperhatikan. Sampai akhirnya menitipkan pesan, “Tolong fokuskan dulu belajar, dan jangan pikirkan perempuan, nikah dll. karena ini waktu yang sangat berharga”.
Dan tibalah di penghujung acara, kesempatan tersebut digunakan oleh Ust. Said Ramli, selaku senior dari senior yang ada di lokasi saat itu. Dan diawali kesempatan tersebut dengan rasa syukur yang teramat dalam, Baik kesyukuran pada Allah dan RasulNya, juga kesyukuran karena kita punya kelurga yang bisa menguatkan di tanah rantau ini. Sampai-sampai ketika di dalamnya, kita rela melepas semua background yang ada dan melebur menjadi satu di sini. Selanjutnya dengan kesatuan kita dalam kekeluargaan ini, sebenarnya merupakan solusi dari segala perpecahan dan persoalan, karena di situlah guna kekeluargaan, sebagai solusi permasalahan.
Kemudian terkait perangkulan anggota, seharusnya kita selalu bisa menjadi yang terdepan dalam merangkul mereka, sehingga ketika kita sudah merangkul mereka rasa malu dan sungkan ketika terjadi masalah apapun yang menimpa mereka berani diungkapkan dengan terbuka. Dan pelajaran itu kita dapatkan dari contoh didikan Azhar pada kita, bagaimana kesukarelaan Azhar yang dengan hangat menerima para mahasiswanya dengan tangan terbuka. Bahkan juga ditekankan oleh Ust. Said, ”Ketika di Azhar ini, kita banyak melihat bagaimana seorang guru yang malah banyak berkorban. Padahal Ia telah mengajari, namun ia juga yang banyak memberi bantuan kepada para mahasiswanya. Itu semua menjadi tauladan kita bahwa berjuang bukan untuk meminta tapi berjuang untuk memberi. Maka begitulah tolok ukur kita dalam berjuang. Dan seharusnya bagi tiap para ketua dan pejuang seperti kita, harus mau berkorban dan bahkan memberikan yang terbaik dari semua kelebihan kita”.
Lalu, terkait kembali dengan kekeluargaan. Ust. Said Ramli juga menasihatkan bahwa, di kekeluargaan kita sudah sepakat bersama untuk tetap bersatu dan menghilangkan sekat perbedaan yang ada. Dan selalu tetap mendukung siapa pun pemimpinnya, karena pada dasarnya setiap yang dilakukan pemimpin kita, adalah juga untuk kemaslahatan kita juga, dan kita pun ujungnya yang akan merasakan hasil perjuangannya. Maka tidak perlu terlalu ngotot dalam segala hal, karena semua itu aslinya sudah ditakdirkan. Jadi mari perbanyak syukur kepada Allah atas apa yang kita miliki bersama saat ini, karena itu adalah berkat jasa para pendahulu kita. Dan kita tahu bahwa, barang siapa yang tidak mensyukuri hasil dari manusia, maka ia juga belum mensyukuri hasil dari Allah.
Dari semua itu, akhirnya Ust. Said Ramli menutup kalamnya dengan ungkapan “Mari belajar dari prinsip “Laa Ilaaha Illallah”, yaitu menafikan segala hal negatif dan menetapkan yang positif. Dan mari kita keluarga besar KM-NTB belajar bersama dari prinsip itu.”
Oleh : Arya Abdul fattah