kmntb

Resume Majelis ke-7 Bersama Syekh Abdullah Izzuddin Al-Azhary

Aula KM-NTB Mesir, Madinat Nasr


Abbas el-Akkad – Setelah
satu minggu terjeda akibat perayaan hari raya Idul Adha 1440 H tahun ini,
Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara & Bali (KM-NTB) Mesir kembali melanjutkan
kajian kitab at-Talazum as-Syari’ah wa at-Thariqah karangan Syekh
Muhammad Zakariya al-Kandihilwi pada Senin, 19 Agustus 2019 kemarin.
            Berikut beberapa poin penting yang disampaikan oleh
Maulana Syekh Izzuddin dalam pengajian tersebut :
Bab ke5: Perkataan Apabila Ada Suatu Hadits Sahih, Maka Itu Adalah Mazhabku
            Perkataan yang mengatakan Iza shohha al Hadits fahua  Mazhabi (apabila ada suatu Hadits sahih maka
itu adalah mazhabku)  aslinya, itu adalah
perkataan dari Imam Syafi’I ra. Dan perkataan ini sangatlah mashur dikalangan empat
mazhab. Kalau kita menoleh dari sejarah kehidupan empat mazhab terutama Imam
Syafi’I ra., kitab Sahih Bukhari dan Muslim masih belum ditemukan karena
keduanya ada pada zaman setelahnya. Hal inilah yang gagal dipahami oleh
sebagian
dari
kelompok
Wahabi.
            Seperti apa yang kita ketahui, Imam
Syafi’I ra. merupakan
seorang mujtahid mutlak
dan
seorang muhaddits (ahli hadits) besar yang menghafal
ratusan ribu Hadits beserta sanadnya. Kemudian, hubungan dari perkataan “apabila
ada suatu Hadits sahih maka itu adalah mazhabku”  ini yang salah dipahami oleh kelompok Wahabi,
mereka terkesan  telah bersu’uzon
terhadap beliau ra.
Seperti contohnya Imam Syafi’i melakukan qunut ketika sholat subuh sedangkan di
dalam Hadits sahih tidak ada
ditemukan pendapat demikian.
            Mereka juga berdalil dengan
perkataan Imam Mazhab yang
empat, yaitu:
Pertama, perkataan Imam Abu Hanifah:
                        Apabila aku
mengatakan sesuatu perkataan yang berbeda dengan Alquran maka tinggalkanlah
perkataanku, kemudian beliau ditanya:”bagaimana dengan perkataan Rasulallah Saw.
yang berbeda denganmu” ,Imam Abu Hanifah menjawab:”tinggalkanlah perkataanku
dan ikutilah khobar Rasul”, kemudian ditanya lagi:”bagaimana dengan perkataan
para sahabat,” maka Beliau menjawab:”ikutilah para sahabat dan tinggalkanlah
perkataanku.”
Imam Zafar
muridnya Imam Abu Hanifah mengatakan:”Sesungguhnya kami mengambil pendapat(Abu
Hanifah)jika tidak terdapat pada atsar, apabila terdapat pada atsar,
kami meninggalkan pendapat beliau kemudian mengamalkan atsar.
Kedua, perkataan Imam Malik:
                        “Sesungguhnya aku
adalah manusia yang bisa salah dan benar, maka lihatlah pada pendapatku,
apabila sesuai dengan Alquran dan Hadits maka ambillah,dan kalau sebaliknya maka
tinggalkanlah.”
Ketiga, perkataan Imam Syafi’i:
                        Apabila engkau
menemukan dari perkataanku yang bertentangan dengan Alquran dan Hadits, maka
tinggalkanlah perkataanku junjunglah Alquran dan Hadits.”
            Semua itu adalah alasan dari
kelompok Wahabi yang makna hakikinya adalah “kalimat as sahih waurida biha
al bathil
perkataan yang benar tapi menginginkan yang salah. Para ulama’
menggunakan kaidah ini yang tepat pada penggunaannya, tetapi kelompok Wahabi
salah dalam penempatannya, karna mereka belum paham dengan konteks penempatan
dalil tersebut.
            Kembali pada konteks pertama, banyak
dari pada Imam 4 mazhab mereka juga tidak mengamalkan apa yang ada dalam Hadits
karena ada alasan lain yang lebih kuat darinya, seperti perkataan Imam Malik
pada perkara tidak mengangkat ke 2 tangan setelah rukuk dan sujud. Sedangkan di
dalam kitabnya sendiri ‘Muwatta’ bahwa Rasul Saw. bersabda:”Sesungguhnya
Rasulallah Saw. mengangkat kedua tangan setelah rukuk(Muwatta’ bab iftitah as
sholat).”
Dalam hal ini bukan berarti Imam Malik bertentangan dengan
Rasulallah, akan tetapi beliau tidak mengamalkannya karena ada alasan yang
lebih kuat disisinya.
            Peringatan penting yang patut kita
layangkan bagi orang yang bertaklid terhadap Imam mazhab agar tidak bertaklid
dengan imam yang lain sehingga tidak mempermainkan apa yang dikatatakan oleh
mereka atau kata lainnya mencampur adukkan mazhab.
            Disebutkan dalam kitab ‘Tazkir ar-Rasyid’
dengan menggunakan bahasa Ordo yang dinukilkan oleh Syekh Maulana ‘Asyik Ilahi
pada penjelasan keadaan belajar Imam Rabani Syekh Rasyid Ahmad Kankuhi, beliau
mengatakan:”Sesungguhnya aku suka terhadap Mazhab Hanafi dengan kecintaan
yang khusus dan aku merasa tenang atas kebenarannya.” H
al. 239
Syekh
Muhammad bin Zakariya mengatakan: “ ta’lam al-adab wala tata’aqad fi rubub
‘ala al-kibar”.
Maknanya jangan engkau mengatakan Syekh Fulan(Imam Malik
misalnya) bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Rasul, mereka lebih tahu
apa yang mereka katakan sedangkan engkau fakir terhadp ilmu.
            Imam ibnu Taimiyah juga menyebutkan
tentang kebolehan bagi orang yang alim (mujtahid) meninggalkan pengamalan
Hadits karena 10 sebab, dan 10 sebab ini sudah jelas dan banyak dari Hadits
membolehkan bagi orang yang ‘alim berhujjah untuk meninggalkan Hadits yang kita
tidak tahu tentangnya. misalnya bagi orang yang sudah jima’ maka wajib mandi,
tetapi karena lingkungannya berada di Eropa (bersalju) yang mengakibatkan
ketika mandi kemudian akan mati karna dinginnya maka itu salah, di sini
kebolehan ulama’ berijtihad. Seandainya ijtihad seorang ulama’ salah maka 1
pahala baginya yaitu pahala ijtihadnya, kalo ijtihadnya benar maka 2 pahala
baginya yaitu pahala ijtihad dan pahala benarnya, sebagaimana yang dikatakan
Rasulallah Saw.:” “Apabila seorang hakim menghakimi kemudian berijtihad
sehingga ijtihadnya benar,maka baginya 2 pahala, dan apabila hakim menghakimi
kemudian salah, maka 1 pahala baginya(HR.Bukhari).
            Disamping itu, Syekh Muhammad Zakariya al-Kandahlawi menuliskan
beberapa adab yang harus diperhatikan bagi penuntut ilmu, tentunya agar Tullab
tersebut sampai pada tujuannya dan agar mendapatkan keberkahan dari
gurunya. Adapun adap-adap tersebut adalah:
1.     
Mengikhlaskan niat karna Allah Swt.
2.     
Terus menerus belajar dan mengulangi pelajaran.
3.     
Kendaknya supaya penuntut ilmu duduk di shaf dengan tertib dan
penuh hormat.
4.     
Tidak tidur ketika pelajaran.
5.     
Supaya tidak menjadikan kitab sebagai alat
bersandar.
6.     
Supaya murid tidak berbicara ketika Syekh menjelaskan.
7.     
Supaya menulis apa yang didapatkan dari Syekh.
8.     
Mengamalkan semua apa yang terkandung dari bukunya, dan tidak
menentangnya.
9.     
Menghormati guru dengan penghormatan yang tinggi.
10. 
Menghilangkan sikap buruk sangka terhadap para ulama Hadits Nabi. Hal.243
Kitab at-Thariqah
            Telah disebutkan sesungguhnya Jibril
as. bertanya kepada Rasulallah Saw:
            Wahai
Rasulallah apakah yang dimaksud dengan ihsan?
Rasul saw. pun menjawab: Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatnya”. (al-Hadits).
Di sini, konteks untuk mendapatkan derajat ihsan adalah
dengan cara melalui thar
iqah (jalan).
Dilihat dari sisi bahasa thariqah berarti jalan untuk menggapai sesuatu,
seperti kalimat Qiro’atul quran hua tariqoti litaqarrub ilalahi (membaca
Alquran adalan jalanku untuk dekat terhadap Allah Swt). Sedangkan dalam
pengertian ilmu tasawuf thariqah adalah suatu jalan untuk mendapatkan
tingkatan ihsan. Thar
iqah juga bisa
dinamakan dengan nama tasawuf, suluk, dan lain sebagainya meskipun
dengan lafaz yang berbeda tapi maknanya satu.
Tahriqah  bukan tujuan akhir melainkan sebagai jalan
untuk mencapai derajat ihsan dan thariqah tersebut harus
dilakukan dengan cara riyadhah, yaitu melatih anggota jiwa raga dan hati
untuk patuh dan tunduk terhadap perintah Allah Swt. Salah satu bentuk riyadhah
adalah dengan cara khaluat (menyendiri, jauh dari kehidupan manusia)
yang semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Kelompok Wahabi salah kaprah dalam mengartikan khalwat ini,
mereka menganggap itu adalah sebuah bid’ah, bahkan sampai mengkafirkan
orang yang melakukan pekerjaan ini. Alasannya tidak pernah dilakukan pada zaman
Rasullallah Saw. Pernyataan kelompok tersebut benar apa adanya, tetapi satu
yang belum dipahami oleh kelompok tersebut yaitu semua para sahabat ketika
memandang Rasulallah Saw. derajatnya sudah mencapai ihsan dengan sebab
pandangan terhadap Beliau, tetapi karna sekarang tidak ada Rasulallah Saw. maka
riyadhah dengan cara khalwat adalah salah satu cara untuk
mencapai derajat ihsan. Permasalahan ini bisa dikiaskan dalam masalah
maulid Rasulallah Saw. dan lain sebagainya.
Semoga tulisan singkat dan sederhana ini bermanfaat
untuk kita semua. Amin.
Red:Lukman_elHakim

Bagikan :

Artikel Lainnya

Boyean Budaye, sebuah pencapaian...
    Acara Pentas Seni yang diadakan di Teatro Afaq, ...
Boyean Budaye Sebagai Ajang Sila...
    Kairo, 31 Agustus 2024- M. Hibatillah Alhasanin ...
Adakan Pentas Boyean Budaya, Sir...
  Kairo, 31 Agustus 2024 – M. Hibatillah Al – Hasanin sel...
Ribuan Wafidin Penuhi Jami' Al-A...
Ribuan Wafidin Penuhi Jami’ Al-Azhar pada Pembukaan Kade...
Siap Terima Zakat Fitrah; Rumah ...
  Siap Terima Zakat Fitrah; Rumah Amal Adakan Dauroh Zaka...
Nahdliyin Sasak; Bukti Keberagam...
Nahdliyin Sasak; Bukti Keberagaman dan Kesatuan Masyarakat KM-...

Download App KM-NTB Mesir

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Artikel, Update Informasi KM-NTB Mesir Hanya dalam Genggaman

Hubungi kami di : +201550341221

Kirim email ke kaminusatenggaradanbali@gmail.com

Download App KM-NTB Mesir

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Artikel, Update Informasi KM-NTB Mesir Hanya dalam Genggaman