Derap langkah terdengar merdu saat para peserta wisata edukasi memulai perjalanan pada Jumat (8/3) lalu. Sebelum itu, sekitar pukul 14.00, beberapa meter dari masjid al-Azhar, semua berkumpul untuk mendengarkan siraman informasi dari senior sekaligus pemandu pada acara ini, yaitu ustaz Syamsul Hadi, Lc., Dipl.
Beliau menjelaskan kilas balik Mesir pada awal masuknya Islam disana. Bahwa pada masa khalifah Umar bin al-Khaththab, panglima perang Amru bin al-Ash menaklukkan atau membebaskan kota Mesir dan membangun kota Fusthat sebagai ibukota Islam pertama disana. Ekspansi ini dilakukan karena desakan dari Amru bin al-Ash untuk segera menaklukkan Mesir, kemudian khalifah Umar memberikan izin dan berjalanlah lancar rencana Amru bin al-Ash, bahkan selang beberapa tahun dibangunlah masjid pertama di Mesir sebagai bukti dan tanda pembebasan kota tersebut, yaitu masjid Amru bin al-Ash.
Beliau juga menjelaskan masa awal terbentuknya al-Azhar sebagi sebuah masjid yang dibangun dengan nafas Syiah. Kemudian setelah Salahuddin al-Ayyubi berkuasa di Mesir, masjid fenomenal tersebut bertransformasi menjadi masjid yang bernafas Sunni. “Ini adalah salah satu faktor penting dalam perbaikan suatu tata negara, yakni kekuasaan,” kira-kira ungkap beliau.
Usai pembekalan awal, perjalanan dilanjutkan menuju Syari’ Mu’iz yang terkenal dengan panorama yang indah. Terlihat begitu banyak sekali pengunjung dan bangunan-bangunan tua berjejer disana yang memanjakan mata. Ada juga beberapa terpajang alat-alat klasik yang masih awet sampai sekarang, misalnya telepon, setrika, dan alat-alat sejenisnya. Semua seperti Mesir pada masa terbentuknya, karena pemandangan yang begitu klasik dan khas.
Azan Asar berkumandang, para peserta salat berjamaah di masjid terdekat sebagai destinasi terakhir, yaitu Bab al-Futuh. Bab al-Futuh adalah salah satu gerbang utama Mesir pada masa itu. Dan Syari’ Mu’iz yang tadi adalah jalan utama menuju pusat kota. Dikatakan bahwa begitu ketatnya kota ini dijaga pada masa lalu: dengan beberapa gerbang utama saja, kemudian kota dibatasi dengan dinding tinggi dan kuat.
Memang pada masa itu, Mesir adalah kota yang tidak seluas batas teritorialnya yang sekarang. Kota ini dibatasi dengan tembok besar dengan salah satu gerbangnya di Bab al-Futuh dan terus melingkari kawasan kota, dan diluar itu semua adalah padang pasir yang sangat luas.
Perjalanan pun berakhir dengan beberapa kuis dari senior yang bertanya pada para peserta mengenai materi-materi yang disampaikan oleh pemandu tadi. Para peserta sangat antusias menjawab pertanyaan, acungan tangan terlihat memburu agar bisa menjawab pertanyaan kemudian meraih hadiah berupa buku.
Sesi foto bersama mengakhiri kegiatan hari ini, kemudian dengan rasa syukur yang berlimpah, bukan hanya rasa silaturahim kuat yang didapatkan oleh para peserta, tapi juga panorama indah juga beberapa informasi penting yang sayang untuk dilewatkan. Sebelum senja, langkah kaki kembali berderap meninggalkan destinasi menuju rumah masing-masing. Sungguh hari yang menyenangkan. Alhamdulillah.
BJ