Setelah merampungkan
dauroh sebelumnya tentang Dhabtul Mushaf dengan dua kali putaran, kini
kembali bersama Dr. Muhammad Kahilah KM-NTB Mesir melanjutkan Dauroh Qur’aniyyah
dengan menelaah karya lainnya dari sang pemateri yang berjudul Al-Waqf wa Al-Ibtidá
Wa Atsaruhumá Fí Ikhtiláf al-Mufassirín. Dauroh ini berlangsung pada Jum’at,
9 November 2018 M di Aula KM-NTB Mesir, dihadiri sekitar 90 hadirin banin dan banat.
dauroh sebelumnya tentang Dhabtul Mushaf dengan dua kali putaran, kini
kembali bersama Dr. Muhammad Kahilah KM-NTB Mesir melanjutkan Dauroh Qur’aniyyah
dengan menelaah karya lainnya dari sang pemateri yang berjudul Al-Waqf wa Al-Ibtidá
Wa Atsaruhumá Fí Ikhtiláf al-Mufassirín. Dauroh ini berlangsung pada Jum’at,
9 November 2018 M di Aula KM-NTB Mesir, dihadiri sekitar 90 hadirin banin dan banat.
Dalam proyek penyusunan
kitab ini, Dr. Kahilah bekerja-sama dengan gurunya yang merupakan pemimpin
tertinggi Qurra di Mesir dan Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Mesir, Prof. Dr.
Ahmad Isa Al-Ma’sharawi. Direktur Markaz Kahilah li dirásat al-Qira’át itu
berterus-terang bahwa pembahasan yang diangkat ini tentang merupakan pembahasan yang sangat berat, butuh waktu berkonsentrasi selama tujuh bulan khusus untuk
merujuk kitab-kitab sumber.
kitab ini, Dr. Kahilah bekerja-sama dengan gurunya yang merupakan pemimpin
tertinggi Qurra di Mesir dan Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Mesir, Prof. Dr.
Ahmad Isa Al-Ma’sharawi. Direktur Markaz Kahilah li dirásat al-Qira’át itu
berterus-terang bahwa pembahasan yang diangkat ini tentang merupakan pembahasan yang sangat berat, butuh waktu berkonsentrasi selama tujuh bulan khusus untuk
merujuk kitab-kitab sumber.
Bahkan, menurutnya
pembahasan waqaf wal ibtida secara khusus lebih rumit daripada
cabang-cabang ilmu tajwid lainnya. Sebab ilmu ini tidak bisa terpisah dari instrumen-instrumen
semua ilmu syar’iyyah, mulai dari Ilmu Arabiyah, Ilmu Qira’at, Tafsir, Fikih
dan Akidah. Salah dalam mengambil waqaf dapat berkonsekuensi merusak makna
suatu nash, bahkan membalikkan maknanya hingga bertentangan dengan akidah.
pembahasan waqaf wal ibtida secara khusus lebih rumit daripada
cabang-cabang ilmu tajwid lainnya. Sebab ilmu ini tidak bisa terpisah dari instrumen-instrumen
semua ilmu syar’iyyah, mulai dari Ilmu Arabiyah, Ilmu Qira’at, Tafsir, Fikih
dan Akidah. Salah dalam mengambil waqaf dapat berkonsekuensi merusak makna
suatu nash, bahkan membalikkan maknanya hingga bertentangan dengan akidah.
“Menguasai ilmu ini amat krusial, namun banyak orang yang tidak memerhatikannya bahkan imam-imam shalat di Masjid seringkali kita jumpai kesalahan dalam mengambil pemberhentian, sampai ke taraf merusak makna.”
Pentingnya ilmu ini
telah terbukti dan diletakkan batu pertamanya sejak masa Nabi SAW. Dalam suatu riwayat, beliau mendengarkan seorang berkhutbah mengatakan:
telah terbukti dan diletakkan batu pertamanya sejak masa Nabi SAW. Dalam suatu riwayat, beliau mendengarkan seorang berkhutbah mengatakan:
من يطع الله ورسوله فقد رشد ومن يعصهما
Sekalipun
tidak bermaksud, tetapi dengan menghentikan perkatannya di situ, pendengar
dapat memahami redaksi perkatannya itu bermakna: “Barangsiapa menaati Allah
dan Rasul-Nya, maka dia telah mendapat petunjuk, begitupun siapapun
yang melanggar perintah kedua-Nya (juga mendapat petunjuk).”
tidak bermaksud, tetapi dengan menghentikan perkatannya di situ, pendengar
dapat memahami redaksi perkatannya itu bermakna: “Barangsiapa menaati Allah
dan Rasul-Nya, maka dia telah mendapat petunjuk, begitupun siapapun
yang melanggar perintah kedua-Nya (juga mendapat petunjuk).”
Maka
Nabi SAW pun menegur khatib tersebut. Dalam permisalan ini, diketahui
pentingnya seorang pembicara mengetahui kaidah bahasa Arab, untuk membedakan di mana seharusnya huruf wawu
sebagai athaf yang masih bersambung dengan kalimat sebelumnya dan dimana wawu
sebagai isti’naf untuk memulai kalimat baru.
Nabi SAW pun menegur khatib tersebut. Dalam permisalan ini, diketahui
pentingnya seorang pembicara mengetahui kaidah bahasa Arab, untuk membedakan di mana seharusnya huruf wawu
sebagai athaf yang masih bersambung dengan kalimat sebelumnya dan dimana wawu
sebagai isti’naf untuk memulai kalimat baru.
Dr.
Kahilah mendatangkan contoh dari ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berpengaruh pada perbedaan para mufassirin baik dalam hal hukum fikih dan akidah. Ada 70 ayat
yang diambil sebagai contoh dalam kitabnya. Perbedaan mereka itu memang ada
yang mu’tabar (diakui) ada juga yang tidak baik. Standar penentunya
adalah makna.
Kahilah mendatangkan contoh dari ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berpengaruh pada perbedaan para mufassirin baik dalam hal hukum fikih dan akidah. Ada 70 ayat
yang diambil sebagai contoh dalam kitabnya. Perbedaan mereka itu memang ada
yang mu’tabar (diakui) ada juga yang tidak baik. Standar penentunya
adalah makna.
Setelah
menyampaikan pendahuluan tersebut tentang sejarah dan pentingnya ilmu ini. Pemateri
mulai membahas teori dengan memparkan pengertian waqaf. Juga istilah yang
sepadan tapi berbeda, yaitu Al-Qath’ dan Saktah.
menyampaikan pendahuluan tersebut tentang sejarah dan pentingnya ilmu ini. Pemateri
mulai membahas teori dengan memparkan pengertian waqaf. Juga istilah yang
sepadan tapi berbeda, yaitu Al-Qath’ dan Saktah.
Perbedaan Waqaf dan Qath’, waqaf adalah pemberhentian sementara untuk
mengambil nafas dan kemudian melanjutkan bacaan. Sedangkan Qath’, untuk
berhenti dari bacaan. Sedangkan perbedaan waqaf dengan Saktah. Waqaf yaberhenti dengan
mengambil nafas, sedangkan saktah tanpa mengambil nafas. Dalam Qiroat Imam Hafs dari Imam
Ashim, ada empat letak saktah. Dr. kahilah menjelaskan alasan mengapa saktah
pada dua tempat ini:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِم
Dalam ayat ini agar tidak terjadi iltibas dengan
lafaz بران (dua daratan).
lafaz بران (dua daratan).
وَقِيْلَ مَنْ رَاق
Asal artinya adalah: “Siapakah yang bisa meruqyah-ku?”.
Agar tidak terjadi kesamaran kalimat من راقي؟ dengan lafaz مَرَّاق apabila
diidgamkan, sehingga mengubah maknanya menjadi “tukang penjual kuah”.
Agar tidak terjadi kesamaran kalimat من راقي؟ dengan lafaz مَرَّاق apabila
diidgamkan, sehingga mengubah maknanya menjadi “tukang penjual kuah”.
Kemudian
pembicaraan ditutup dengan pembagian waqaf menjadi empat idhtirari,
ikhtibari, ikthtiyari dan inthizhari.
pembicaraan ditutup dengan pembagian waqaf menjadi empat idhtirari,
ikhtibari, ikthtiyari dan inthizhari.
Ketika
menjelaskan tentang waqaf ikhtibari, Dr. Kahilah mengatakan, macam waqaf
ini sering digunakan dalam ujian musabaqah hifzil Qur’an untuk menguji
kontestan lomba seberapa kejeliannya dengan rasm. Misalnya mengujinya bagaimana waqaf pada ayat:
menjelaskan tentang waqaf ikhtibari, Dr. Kahilah mengatakan, macam waqaf
ini sering digunakan dalam ujian musabaqah hifzil Qur’an untuk menguji
kontestan lomba seberapa kejeliannya dengan rasm. Misalnya mengujinya bagaimana waqaf pada ayat:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
Dauroh
sore tadi ditutup dengan penjelasan waqaf ikhtiyari, lagi-lagi pembagian
ini bercabang menjadi empat jenis dan pemateri memperincikannya.
sore tadi ditutup dengan penjelasan waqaf ikhtiyari, lagi-lagi pembagian
ini bercabang menjadi empat jenis dan pemateri memperincikannya.
Pertemuan
selanjutnya akan diadakan pada Jum’at pekan depan tanggal 16 November 2018 pada
waktu dan tempat yang sama.
selanjutnya akan diadakan pada Jum’at pekan depan tanggal 16 November 2018 pada
waktu dan tempat yang sama.
Galeri foto-foto lebih banyak dapat dilihat di akun ig kami: https://www.instagram.com/nusatenggaradanbali/