Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Perjuangan Finansial Para Penuntut Ilmu

Oleh: Muhammad Amru hamdany

Terdapat satu ungkapan menarik dari Imam Syu’bah yang disebut dalam kitab Jami’ bayan al-‘Ilm wa fadlih. Beliau berkata:

من طلب الحديث أفلس

(جامع بيان العلم و فضله، الإمام ابن عبد البر)

Artinya: barang siapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut.”

Apa yang beliau sampaikan sesungguhnya tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan semacam ini mungkin terdengar asing, aneh dan begitu mengherankan.

Padahal, jika kita membaca sejarah para ulama kita, tentu ungkapan semacam ini hanyalah sedikit gambaran bagaimana potret semangat juang para ulama dahulu yang begitu luar biasa. Apapun itu mereka korbankan untuk ilmu. Bahkan pada kebutuhan-kebutuhan yang kita anggap primer, seperti rumah dan pakaian.

Ada begitu banyak teladan loyalitas ulama untuk menuntut ilmu. Sebut saja Imam Malik yang rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu, Imam Syubah menjual bak mandi ibunya, Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu, sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya, dan Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu.

Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda tersebut karena hanya itulah yang mereka miliki!

Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, “Shafahat min Shabr Ulama.”

Suatu kali, Imam Yahya bin Main pernah ditanya setelah mendapat kekayaan warisan dari ayahnya, “Apa yang akan kau perbuat dengan semua ini? Ia menjawab dengan kemantapan hati dan penuh keyakinan, “Saya akan infakkan semua ini untuk belajar hadits.”

Credit: www.oasiscenter.eu/en/ulama-who-they-are

Ada begitu banyak kisah-kisah ulama kita lainnya yang begitu luar biasa, mengagumkan dan menakjubkan. Diantara mereka ada yang sudi mengeluarkan beberapa keping dinar emas hanya demi membeli tinta untuk menulis. Ada juga yang bahkan sampai rela menjual seluruh pakaiannya, hingga ia hidup tak berbusana di dalam rumahnya sendirian, sebagaimana yang diceritakan Imam Ali bin Harb.

أتينا زيد بن الحباب، فلم يكن له ثوب يخرج فيه إلينا، فجعل الباب بيننا و بينه حاجزا، و حدثه من ورائه رحمه الله تعالى

[صفحات من صبر العلماء | ٢٣٤]

Kami mendatangi Zaid bin Hubab untuk belajar hadits. Beliau tidak memiliki pakaian yang dengannya ia bisa menemui kami. Kemudian ia menjadikan pintu rumahnya menjadi tirai penghalang diantara kami dan beliau, serta melanjutkan periwayatan hadits tersebut dari balik pintu.

Terdapat juga kisah dari Umar bin Hafs Al-Asyqor, yang bercerita tentang perjuangan ulama kita dalam menemui Imam Bukhari.

إنهم فقدوا البخاري أياما من كتابة الحديث بالبصرة، قال : فطلبناه فوجدناه في بيت وهو عريان، و قد نفد ما عنده و لم يبق معه شيء

[تاريخ بغداد للخطيب| ٢\١٣]

Dahulu, para penuntut ilmu pernah sampai beberapa hari mencari Imam Bukhari di Bashrah untuk menimba Hadits. Setelah dicari, ternyata mereka menemukan Imam Bukhari dalam keadaan telanjang di rumahnya, telah habis apa yang ia punya dan tak tersisa satupun barang yang ia miliki.

Begitulah menuntut ilmu…

Ia adalah jalan pengorbanan…

Jika engkau serius mencintainya, engkau akan korbankan segalanya.

Ia tidak hanya memaksa penuntutnya untuk mengorbankan energi, waktu, tenaga, dan pikirannya.

Ia juga menuntut terkorbannya harta.

Kadang kita harus rela untuk tak berbelanja dan makan enak, demi mampu berbekal dalam menuntut ilmu; menempuh perjalanan menuju halakah-halakah para ulama, membeli kitab-kitab utama dan mampu memuaskan rasa penasaran pada kitab-kitab baru yang begitu menggiurkan dan memikat hati—kadang  berjilid-jilid tebal namun sangatlah mempesona.

Pantas saja Imam Malik berkata:

لا ينال هذا الأمر (يعني العلم) حتى يُذاق طعم الفقر

Seseorang tidak akan memperoleh ilmu, sampai ia merasakan pahitnya kefakiran.”

Jika diantara teman-teman ada yang sudah berkorban banyak dalam menuntut ilmu; siap untuk tidak makan enak dan rela untuk tidak kenakan pakaian baru demi pengalokasian uang ke kitab dan bekal-bekal belajar, maka sungguh dia sudah mengamalkan sunnahnya para ulama.

Memang harus seperti itu! Bukankah kita yakini bahwa ilmu adalah sesuatu yg termahal, dan kita tahu bahwa suatu yang mahal tidak bisa terbayar dengan suatu yg remeh-temeh?

Namun, semua itu tidaklah seberapa dari apa yang Allah SWT persiapkan dan janjikan bagi para pejuang ilmu berupa keagungan, derajat yang tinggi dan pahala yang besar.

إن الفقيه هو الفقير و إنما

         راء الفقير تجمعت أطرافها

Posting Komentar

0 Komentar