Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Sepenggal Kisah Sabar Dalam Al-Qur’an

Credit: Redbubble

Kali ini, penulis* mencoba mengisahkan sepenggal cerita nabi Ayyub ‘Alaihi al-Salam yang layak ditiru kesabarannya. Nabi Ayyub ‘Alaihi al-Salam diceritakan secara ringkas dalam Q.S. Sad. Tepatnya, dari ayat 41-44. Cerita yang ringkas, namun tak kehilangan keindahannya. Di akhir cerita, Allah ‘Azza Wajalla memuji kesabaran nabi Ayyub ‘Alaihi al-Salam atas ujian yang ia terima.

إِنَّا وَجَدْنٰهُ صَابِرًاۚنِّعْمَ الْعَبْدُ  ۖإِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ          

“Sungguh, Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar! Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” [QS. Sad (38) : 44]

Nabi Ayyub merupakan rule model kesabaran kita. Kesabaran yang dibalut tidak hanya dengan berprasangka baik kepada Allah ‘Azza Wajalla. Akan tetapi juga diselimuti oleh adab dan kesopanan kepada Yang Maha Kuasa. Keluhuran dan keindahan adab serta kesopanan Nabi Ayyub itu dilukiskan dalam al-Qur’an, Q.S Sad : 41

وَاذْكُرْ عَبْدَنَآ أَيُّوبَ إِذْ نَادٰى رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ الشَّيْطٰنُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ

“Dan ingatlah akan hamba Kami, Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya, “Sesungguhnya aku diganggu oleh setan dengan kepayahan (kemudaratan) dan siksaan (rasa sakit).”

Nabi Ayyub menisbatkan atau mengaitkan kemudaratan dan siksaan yang sedang dihadapinya kepada setan. Sekalipun pada kenyataannya, segala sesuatu itu berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ihwal demikian tidak lain dan tidak bukan merupakan bentuk taadduban nabi Ayyub ‘Alaihi al-Salam kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kesabaran yang diselimuti dengan husnudzan dan adab, menambah iman dan taqwa nabi Ayyub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hingga pada akhirnya, setelah melalui berbagai ujian dalam kurun waktu tertentu, (kurang lebih selama 18 tahun) Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyembuhkan nabi Ayyub ‘Alaihi al-Salam dari penyakitnya.

ارْكُضْ بِرِجْلِكَ  ۖهٰذَا مُغْتَسَلٌبَارِدٌ وَشَرَابٌ

“(Kami katakan pada Ayyub), Hentakkanlah kakimu! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” [QS. Sad (38) : 42]

Tidak sampai disana, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga mengembalikan anak beliau yang dulu telah wafat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ أَهْلَهُۥ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرٰى لِأُولِى الْأَلْبٰبِ

“Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.” [QS. Sad (38): 43]

Dikala sakit, nabi Ayyub ‘Alaihi al-Salam pernah bernazar memukul istrinya, lantaran sang istri melakukan perbuatan yang tidak berkenan di hati beliau. Beliau bersumpah memukul istrinya dengan 100 kali deraan. Namun, nabi Ayyub gelisah dan tidak tega memmukul istrinya. Pada akhirnya, firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjawab kegelisan itu.

وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِب بِّهِۦ وَلَا تَحْنَثْ  ۗ

“Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah.” [QS. Sad (38): 44]

Demikianlah cerita singkat kesabaran nabi Ayyub dalam QS. Sad (38): 41-44. Setidakya, ada beberapa ibrah yang dapat kita ambil. Pertama, ketika ditimpa musibah atau masalah, kita seyogianya senantiasa ingat kepada yang menciptakan musibah atau masalah tersebut, yakni Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam salah satu kutipan yang disandarkan kepada sayyidina Ali Karramallah Wajhahu dikatakan, “Jangan katakan kepada Allah, Aku punya masalah yang besar. Akan tetapi, katakanlah kepada masalah bahwa, ‘Aku punya Allah yang Maha Besar.”

Kedua, Kita harus menyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Hal ini senada dengan sabda nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

 لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah 'azza wajalla.” (HR Muslim)

Ketiga, tidak mudah mengeluh. Ingatlah, bahwa nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih banyak daripada ujian yang diberikan, mengacu kepada firmannya:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ  ۗإِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [QS. Al-Nahl (16): 18]

Ibrah terakhir adalah sabar dalam menghadapi ujian. Sebab, sejatinya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menguji hamba sesuai dengan kadar kemampuannya (La yukallifullahu nafsan illa wus’aha). Kesabaran yang diselimuti dengan husnudzan dan taadduban, dipupuk juga dengan keimanan dan rasa syukur atas berbagai nikmat yang sudah diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Semoga di bulan Ramadhan yang mulia ini mampu menjadi sebuah momentum berharga bagi diri kita dalam rangka melatih kesabaran. Bukan saja sabar dalam menahan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Akan tetapi, juga sabar dalam menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan. Sabar menahan lidah dari ucapan yang menyinggung perasaan, ataupun jari yang bisa menggores hati.

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ سِرِّيْ وَعَلاَنِيَتِيْ فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِيْ، وَتَعْلَمُ حَاجَتِيْ فَأَعْطِنِيْ سُؤْلِيْ، وَتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا دَائِمًا يُبَاشِرُ قَلْبِيْ، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَم أَنَّهُ لَنْ يُصِيْبَنِيْ إِلاَّ مَا كَتَبْتَهُ عَلَيَّ، وَالرِّضَا بِمَا قَسَمْتَهُ لِيْ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.

Wallahu a’lam bishawab.

*Bayan Wahyu Annasihi, Mahasiswa Fak. Syariah Islamiyah. 


Posting Komentar

0 Komentar