Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Bagaimanakah Sikap Para Ulama terhadap Israiliyyat dan Hadis Palsu?

Oleh: Wira Kusuma

Salah satu rujukan yang direkomendasikan bagi para penuntut ilmu dalam mempelajari israiliyat dan hadis-hadis palsu adalah kitab al-Israiliyat wa al-Maudlu’at fi Kutub al-Tafsir karya Prof. Dr. Muhammad Muhammad Abu Syahbah. Di awal mukadimah kitab, beliau menjelaskan alasan-alasan penyusunan kitab ini. Di bab selanjutnya, Prof. Dr. Abu Syahbah melanjutkan dengan pemaparan sikap para ulama ketika berhadapan dengan israiliyat dan hadis-hadis palsu. Beliau menyebutkan setidaknya ada tiga sikap atau pandangan para ulama, yaitu:

Pertama, di antaranya ada yang berpendapat bahwa kitab-kitab tafsir yang mengandung israiliyat dan hadis-hadis palsu sudah tidak diperlukan lagi, karena keberadaannya hanya akan merugikan Islam dan kaum muslimin itu sendiri, dan juga kitab-kitab tafsir semacam ini ternyata mengusung pandangan-pandangan buruk yang dituduhkan oleh musuh-musuh Islam. Lalu, cara yang bisa ditempuh agar terhindar dari kitab-kitab seperti ini tentu saja dengan memusnahkannya sehingga tidak ada lagi yang bisa membaca dan mempelajarinya. Cara selanjutnya ialah mencukupkan diri dengan kitab-kitab tafsir yang tergolong aman dari israiliyat dan hadis-hadis palsu, juga dengan menulis karya-karya baru dalam tema ini yang tidak berbau israiliyat dan hadis-hadis palsu.

Akan tetapi, Prof. Dr. Abu Syahbah menolak pandangan ini karena dianggap terlalu berlebihan. Tidak diragukan lagi, di antara kitab-kitab tafsir itu selalu ada ilmu dan faedah yang begitu banyak bertebaran di lembaran-lembarannya. Seharusnya hal itu tidak dihilangkan dan tidak dimusnahkan hanya karena ada sebagian kecil keburukan dan kesalahan menempel di sana. Hal seperti ini sangat tidak masuk akal, hanya untuk menghilangkan kesalahan yang sedikit, kita harus mengorbankan begitu banyak ilmu dan faedah yang ada di dalamnya. Tentu cara yang seperti ini tidak dibenarkan baik secara akal maupun secara syariat.

Selain alasan di atas, hal lain yang membuat pandangan ini tidak bisa diterima adalah karena ide ini tidak mungkin bisa diterapkan secara praktis. Walaupun bisa diterapkan pada perpustakaan-perpustakaan umum terkait pemusnahannya, tetapi tidak akan bisa diterapkan pada perpustakan-perpustakaan pribadi milik perseorangan.

Kedua, kelompok ini menyikapi dengan berpandangan untuk mengumpulkan semua kitab tafsir, lalu menyembunyikannya dari khalayak umum. Kemudian diterbitkan kembali setelah melewati proses filterisasi dari israiliyat dan hadis-hadis palsu. Namun, Prof. Dr. Abu Syahbah juga menolak pendapat ini, karena kuasa seperti apa dalam dunia Islam yang bisa melakukan hal semacam ini?! Walaupun hal ini bisa diterapkan pada perpustakaan-perpustakaan umum, tetapi tidak akan berguna jika diterapkan secara praktis pada perpustakaan-perpustakaan pribadi.

Dari persfektif agama dan syariat, israiliyat dan hadis-hadis palsu memang tidak memiliki nilai lebih karena semua itu adalah pemalsuan atas nama Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat. Akan tetapi, dalam pandangan para peneliti, justru israiliyat ini punya nilai ilmiah yang menunjukkan bagaimana kemajuan peradaban, pemikiran orang-orangnya, serta akulturasi budaya pada masa itu. Orang-orang yang melakukan pemalsuan ini hidup di zaman tersebut dan menjadi bagian yang memberikan pengaruh sekaligus terpengaruh dengan faktor kemajuan peradaban dan akulturasi pada masa itu. Argumen di atas disebutkan oleh Prof. Dr. Ahmad Amin dalam buku-bukunya.

Namun, Prof. Dr. Abu Syahbah menuliskan bahwa ia tidak sependapat dengan Prof. Dr. Ahmad Amin. Menurutnya, israiliyat dan hadis-hadis palsu ini justru dapat memberikan citra negatif terhadap pemikiran dan ajaran-ajaran Islam. Semua hal ini, jika dibiarkan ada tanpa penyaringan, bisa memberikan pengaruh buruk dalam keilmuan Islam.

Ketiga, kelompok terakhir ini berpendapat bahwa cara paling aman yang bisa dilakukan ketika berhadapan dengan kasus seperti ini, yaitu melakukan penelitian dan riset mendalam tentang israiliyat dan hadis-hadis palsu dalam kitab-kitab tafsir, lalu memberikan bantahan secara aqli maupun naqli. Setelah itu menjelaskan bagaimana hal semacam ini adalah bagian dari susupan dan sisipan terhadap ajaran Islam serta mengemukakan bagaimana asal muasal perkembangannnya. Sebagai bagian dari pengaplikasian langkah-langkah di atas, penulisan karya ilmiah terkait tema ini perlu dilakukan, lalu disebarluaskan sehingga semua orang bisa mengambil manfaat darinya, bahkan untuk orang awam sekalipun. Dengan ikhtiar ini, diharapkan dapat meminimalisir kesalahpahaman para pembaca kitab tafsir yang terkandung di dalamnya israiliyat, hadis-hadis palsu serta problematikanya yang merusak akal banyak orang, tak terkecuali orang-orang awam.

Setelah menjelaskan tiga poin di atas, Prof. Dr.  Abu Syahbah kemudian menjelaskan metode penyusunan kitab ini. Beliau mengawali dengan memberikan beberapa pengantar terkait makna tafsir, takwil, israiliyat, dan apa yang dimaksud dengan hadis-hadis palsu serta metode seperti apa yang harus diikuti dan dipakai dalam menafsirkan al-Qur'an. Beliau juga menjelaskan apa itu tafsir bil ma’tsur beserta macam-macamnya, tafsir bil ra’yi beserta macam-macamnya, ijtihad yang diterima maupun yang ditolak, serta sebab-sebab kenapa semua itu bisa muncul.

Selanjutnya, beliau memaparkan usaha-usaha yang sudah dilakukan para ahli hadis dan para kritikusnya terkait adanya hadis-hadis palsu dan israiliyat ini. Di samping itu, beliau juga menyebutkan beberapa kitab-kitab tafsir bil ma’tsur yang masyhur seraya menerangkan secara ringkas kelebihan masing-masing kitab dari sisi periwayatan, begitu pula terhadap kitab-kitab tafsir bil ra’yi. Beliau lalu melanjutkan dengan  menjelaskan israiliyat dan hadis-hadis palsu ini serta memberikan bantahan dari sisi aqli maupun naqli berdasarkan pandangan-pandangan ahli hadis dan para kritikus hadis. Terakhir, beliau juga menambahkan fakta-fakta ilmiah dan teori-teori ilmiah modern terkait tema ini yang belum ada sebelumnya.

Ini semua dilakukan agar para pembaca benar-benar memahami dengan baik kebenaran riwayat-riwayat terkait semacam ini, pun agar tidak sampai terperdaya, bahkan sampai membenarkannya.

Tulisan ini merupakan resume pertemuan kedua madrasah takhassus tafsir KM-NTB Mesir

Posting Komentar

0 Komentar