Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Prokrastinasi, Kebiasaan Menunda-Nunda Pekerjaan dan Cara Mengatasinya

Oleh: Syahril Ikhwan

Berkaca pada pengalaman ujian termin satu dan dua tahun lalu, saya rasanya tidak begitu maksimal dalam menjawab soal-soal ujian al-Azhar. Ketika mulai mengisi lembar jawaban, saya merasa pusing melihat soal yang bercabang-cabang dan kebingungan bagaimana cara menjawabnya. Seketika, hal itu membuat saya stres dan menyesal  karena tidak menyiapkan ujian dari jauh-jauh hari.

Padahal, ketika jadwal ujian dikeluarkan (kira-kira sebulan sebelum ujian dimulai), saya bertekad untuk membaca semua muqarrar dan membuat talkhisan untuk mempermudah saya dalam memahami isi dan membantu saya dalam menjawab soal-soal nantinya. Namun dalam kenyataanya, hal itu hanya menjadi angan-angan belaka. Justru, saya  lebih banyak menyibukkan diri dengan hal lainnya, seperti menonton Youtube seharian, scroll instagram, main futsal, pergi menikmati salju di puncak Sinai dan sebagainya. Saya baru insaf lebih dalam dan mulai membaca muqarrar secara giat ketika ujian tersisa seminggu lagi. Anehnya, saya begitu bersemangat membuat talkhisan, menghafal dan memahami buku berjam-jam. Hingga tak terasa, tugas-tugas tersebut bisa terselesaikan dalam jangka waktu beberapa hari saja.

Lalu, apakah hal ini (sebut saja sistem SKS) adalah sebuah solusi agar dapat menjawab soal-soal di ujian al-Azhar? Tentu tidak! Selain membuat kita tidak bisa maksimal dalam menjawab soal ujian, sistem SKS (Sistem Kebut Semalam) ini malah bisa membuat kondisi kesehatan kita terganggu karena mengerjakan tugas-tugas tersebut tanpa istirahat siang dan malam dan menjadi sebab kita tidak bisa mengikuti ujian. Justru menurut saya, kondisi tersebut lebih buruk lagi.

Awalnya, saya kira kondisi seperti ini hanya ada pada diri saya saja. Tetapi nyatanya, tidak sedikit juga dari kalangan pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) yang mengalami hal serupa. Jika ditanya ini masalah atau tidak, tentu ini adalah masalah besar! Jika penyakit menunda-nunda seperti ini terus ada dan tidak segera dicarikan solusinya, tentu akan sangat berdampak buruk kepada Masisir. Kemungkinan terburuknya, mendapatkan rasib, alias gagal dalam ujian.

Dari uraian di atas, timbul satu pertanyaan dalam benak kita. Apakah ‘istilah’ yang tepat untuk  menggambarkan “kondisi menunda-nunda pekerjaan tersebut"? Sehingga kita tidak bisa mempersiapkannya dari jauh-jauh hari? Justru yang kita lakukan adalah sebaliknya? Serta bagaimana solusi terbaik untuk menghentikannya?

Setelah berpikir panjang dan mencari dengan teliti, saya menemukan istilah yang tepat untuk kondisi tersebut. Istilah ini juga baru saya ketahui setelah membaca tulisan Ulya Layyina, seorang Mahasiswi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas  Kyiah Kuala, Banda Aceh. Ia menyebut fenomena seperti ini—dalam ilmu psikologi—dikenal dengan istilah “prokrastinasi”, sedangkan pelakunya dinamakan “prokrastinastor.”

Dalam Cambridge Dictionary, istilah prokrastinasi diartikan sebagai tindakan menunda-nunda sesuatu yang harus dilakukan. Seringkali, hal ini muncul sebab perasaan negatif dalam diri. Prokrastinasi juga berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan ‘pro’ yang berarti mendorong maju dan berakhiran ‘crastinus’ yang berarti keputusan hari esok. Secara gamblangnya, kita dapat memahami prokrastinasi sebagai dorongan seseorang untuk tidak segera mengerjakan sesuatu secara langsung, namun menunggu hari esok (menunda).

Berdasarkan penelitian Study Model di Los Angeles yang melakukan survey kepada sekitar 1.300 siswa sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi tentang kebiasaan belajar. Temuan ini menunjukkan 87% siswa SMA dan kuliah adalah tipe prokrastinator. Di antara alasan para siswa dan mahasiswa suka menunda-nunda pekerjaan adalah terdistraksi (terganggu) dengan hal lain, merasa tugasnya terlalu berat dan ada juga yang mengaku karena tidak suka dengan tugas yang diberikan. Hasil survei ini juga menunjukkan penyebab mereka terdistraksi adalah menonton TV atau serial drama, pengaruh media sosial, tidur, dan teleponan dengan teman.

Lalu, bagaimana prokrastinasi ini bisa terjadi? Mungkin saja karena kita berpikir punya banyak waktu dan bisa mengerjakannya pada hari esok, atau juga karena merasa kesulitan melakukan hal tersebut karena kebingungan harus memulainya dari mana.

Menurut banyak penelitian, prokrastinasi terjadi bukan karena gagal dalam mengatur waktu, melainkan karena kesulitan dalam mengatur emosi negatif dalam diri. Misalnya, seseorang menunda-nunda sesuatu karena ia sangat takut gagal. Ini kerap terjadi kepada orang perfeksionis. Tersebab, merasa apa yang dikerjakan harus luar biasa dan khawatir betul dengan hasil yang tidak sempurna. Alhasil, tidak memulai sama sekali dan ujungnya tidak mengerjakan apa-apa. Namun pada umumnya, seseorang sering menunda-nunda karena merasa masih memiliki waktu yang cukup banyak. Sehingga pekerjaan utama ditunda dan lebih tertarik mengerjakan pekerjaan yang lain. Padahal di sisi lain, ketika kita mengerjakan hal yang lain tersebut, kita justru terus dihantui oleh tugas utama. Pikiran kita terus bertanya-tanya, “Kapan kamu akan menyelesaikan tugas utama, sedangkan waktu terus berjalan dan mendekati deadline?

Sebuah penelitian Baddeley, A.D. (1963) mengatakan kita lebih cenderung untuk mengingat tugas yang belum selesai daripada tugas yang sudah selesai. Oleh karena itu, jika kita tidak mau dihantui terus-menerus oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat hati kita terus gelisah, maka segera lakukan dan selesaikan secepatnya. Seperti banyak kata orang besar, “Lakukan saja dulu!”

Jadi, gimana nih cara menghentikan prokrastinasi? Itulah mungkin pertanyaan utama yang akan kita ajukan setelah memahami inti permasalahan hidup kita. Utamanya bagi kita sebagai seorang pelajar dan mahasiswa. Adapun beberapa langkah yang mesti kita terapkan untuk menghilangkan prokrastinasi adalah:

Pertama, cari akar atau pemicu prokrastinasi. Tanya kepada diri sendiri, mengapa masih sering menghindari menyelesaikan tugas ini? Kenapa tugas ini membuat perasaan saya tidak enak dan terus menghantui setiap waktunya? Ketika kita sudah paham akarnya apa, kita akan terampil mengatasi emosi negatif yang muncul. Harapannya, hal ini akan menjadi jembatan kita dalam menghilangkan prokrastinasi dalam diri kita masing-masing.

Kedua, ubah cara kita memandang tugas-tugas yang sering kita tunda-tunda. Tidak lagi “harus mengerjakan”, melainkan “mau mengerjakan.” Perubahan kata ini akan memengaruhi emosi kita. Kalau kita mengalami kesulitan dalam perencanaan atau kebingungan harus memulainya dari mana, tidak ada salahnya meminta saran dan arahan kepada ahlinya.

Ketiga, lupakan kesempurnaan, karena hal itu tidak ada. Yang penting, mulai saja dulu, Kerjakan! Lakukan secara bertahap! Di balik orang handal, ada banyak eksperimen, perbaikan, bahkan kegagalan. Lebih baik memulai dan menyelesaikan, daripada tidak sama sekali.

Keempat, optimalkan lingkungan untuk meminimalisasi gangguan. Jauhkan diri kita dari distraksi teknologi digital seperti handphone dan sebagainya, kuatkan tekad dan hindari medsos untuk sementara waktu.

Abraham Lincoln pernah berkata, “When I do good, I fell good. When I do bad, I fell bad.” Hal ini benar adanya. Setelah produktif seharian, kita merasa tenang dan bangga. Okey, di waktu istirahat kita boleh memberikan penghargaan kepada diri sendiri, seperti menonton film, scroll medsos dan lain sebagainya. Ingat! Prokrastinasi bukan sesuatu di luar kontrol kita. Kita mampu dan leluasa dalam memilih antara menunda atau maju. So, mari kerjakan dan jadilah produktif!

Posting Komentar

0 Komentar