Oleh:
Muhammad Qusayyi Al-Jamali
Duarte
Barbosa, salah satu juru tulis di Cannanore, sekaligus penerjemah dan
penjelajah pelayaran pertama yang dipimpin oleh kapten Ferdinand Magellan, menuliskan dalam catatannya tentang pulau yang lebih kecil dari pulau Jawa yang
ia namakan Cinboaba (Sumbawa). Duarte menuliskan bahwa pada masa itu, raja di pulau Sumbawa masih menyembah berhala. Lantas kapan dan bagaimana cara Islam masuk ke
Sumbawa? Monthly History kali ini akan membahas bagaimana proses masuk
dan menyebarnya Islam di pulau Sumbawa.
Istilah
Sumbawa pada awalnya hanya menunjukkan bagian barat pulau Sumbawa, sedangkan wilayah timur
dikenal dengan Bima. Gazaghebber Van Der Wolk dalam Memorie Van Overgave-nya
menyatakan bahwa penduduk Sumbawa dulunya bertempat tinggal di Semenanjung
Sanggar. Sementara menurut penelitian di daerah Batu Tering, Tim Peneliti
Arkeologi pusat yang melakukan survey pada Mei 1980 menyatakan bahwa 30.000-50.000
tahun lalu, pada masa plestosen ditemukan tanda-tanda kehidupan manusia
purba.
Seperti
halnya dengan daerah-daerah lain di Nusantara yang memiliki sistem pemerintahan
di bawah penguasa seorang raja atau kesultanan, maka di Sumbawa juga demikian,
ada banyaik tinggalan-tinggalan arkeologis seperti istana Sumbawa yang dikenal
dengan “Dalam Loka” yang dibangun pada tahun 1885 M. Selain istana, ada juga
Masjid Agung Nurul Huda yang pada masanya merupakan Masjid Kerajaan. Dalam
catatan-catatan harian raja, disebutkan bahwa pelantikan dan penobatan raja
harus dilakukan di Masjid. Di samping peninggalan berupa masjid dan istana, ada
juga Bala Kuning yang merupakan kediaman
pribadi raja.
Selain
sumber-sumber arkeologis/artefak, masih banyak ditemukan karya-karya dalam
bentuk tulisan, seperti catatan harian raja-raja, yang ditulis setiap generasi
atau periode kekuasaan. Catatan tersebut berisi tentang kegiatan resmi juga
memuat catatan harian raja, yang dimana ini menjadi informasi penting dalam
penelitian kesultanan Sumbawa, serta bagaimana mengetahui masuknya Islam di Sumbawa.
Masuk
dan berkembangnya Islam di Sumbawa, sebagaimana pernyataan sejarah secara umum
ada beberapa versi. Akan tetapi dikatakan bahwa Islam masuk di Sumbawa diduga
kuat setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, yang dibawakan oleh
pedagang-pedagang muslim yang bermukim di Lombok dan Sumbawa yang kemudian
mengajarkan agama Islam, atau paling tidak mereka memperkenalkan ajaran Islam
kepada masyarakat melalui praktik keseharian. Proses komersialisasi telah mendorong
pertumbuhan kota-kota, bandar perdagangan, dan pelayaran di sepanjang pesisir
pantai kepulauan Nusantara dari ujung barat sampai ujung timur, sehingga
munculnya imperium Islam di Nusantara mengundang ramainya para pedagang muslim
yang ikut serta dalam pelayaran perdagangan global.
Dari
prasasti yang ada di Tralaya, dapat diketahui pada masa kejayaan kerajaan Majapahit
di abad ke-14, sejumlah besar orang Islam telah menghuni sekitar kerajaan
Majapahit, dan jatuhnya Majapahit oleh kesultanan Demak menjadi jalan yang
mulus bagi para pedagang muslim untuk lebih intens melakukan pelayaran
perdagangan dan menyebarkan dakwah Islam. Semakin ramainya jalur perdagangan
antara pantai utara pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku,
maka sangat mungkin terjadi kontak antara para pedagang muslim dan penduduk di
Nusa Tenggara, khususnya Sumbawa. Sehingga pada abad ke 15 sudah ada para
pedagang muslim yang bermukim di daerah Lombok dan Sumbawa, sejak itu pula
Islam sudah ada di Sumbawa.
Sumber-sumber
historiografi tradisional Lombok yang secara eksplisit menyebutkan bahwa
bagaimana pengislaman pulau Lombok dan Sumbawa dalam Babad Lombok. Dalam sumber
terseut disebutkan bagaiamana penyebaran Islam dari pulau Jawa, kemudian berkembang
ke Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Penyebaran Islam tersebut dilakukan
oleh Lembu Mangkurat, Dato’ Bandan, dan Pangeran Prapen atas perintah Sunan
Giri, yang menurut de Graaf, peristiwa itu berlangsung pada pemerintahan Sunan
Dalam yang memerintah pada 1505-1545 M.
Setelah
selesai melakukan islamisasi terhadap masyarak dan raja Lombok, Sunan Prapen
melanjutkan perjalanan ke Sumbawa. Di Sumbawa, tepatnya di pelabuhan ia bertemu
dengan Bandar, lalu Sunan Prapen menyampaikan salam kepada raja dan mengatakan
bahwa ia adalah utusan Sunan Giri. Pada pertemuan Sunan Prapen dengan Raja
Muter (Raja Sumbawa saat itu), ia mengatakan bahwa kedatangannya ke Sumbawa
tidaklah untuk membuat instabilitas, bukan untuk mengambil alih kerajaan,
melainkan untuk menyebarkan agama Islam yaitu agama yang dibawa oleh Rasulullah
SAW.
Setelah
terjadi dialog yang panjang antara Raja Muter dengan para menteri dan patih-patihnya,
Raja Muter pun memutuskan untuk menerima dakwah Sunan Prapen, kemudian diikuti
oleh kerajaan-kerajaan kecil di pulau Sumbawa. Selain mengajarkan syariat Islam
seperti khitan, mandi janabat, sembahyang, mengaji, puasa, zakat dan haji,
Sunan Prapen memerintahkan mereka untuk merusak dewa berhala, sanggah, meru, dan
kemalik. Di samping meruntuhkan simbol-simbol dan bangunan Pra-Islam, mereka
juga diminta untuk membunuh anjing dan babi yang selama ini mereka pelihara. Sebelum
Sunan Prapen meninggalkan pulau Sumbawa, beliau memerintahkan empat puluh
santrinya untuk tinggal di daerah Sumbawa untuk mengajarkan Islam di sana.
Dari
uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam telah masuk ke Sumbawa
dibawa oleh Sunan Prapen diperkirakan pada tahun 1505-1545 M. Hal ini
disimpulkan berdasarkan kurun waktu Sunan Prapen diutus ke Lombok, Sumbawa, dan
Bali pada masa pemerintahan Sunan Dalem berdasarkan Sumber-Sumber lokal, salah
satunya Historiografi klasik (Babad Lombok).
Demikian
Monthly History ini ditulis semoga bisa memberikan manfaat bagi kita
semua dan juga bagi penulis. Kami harap kepada berbagai pihak untuk memberikan
masukan dalam Monthly History yang disusun oleh Humas KM-NTB ini, terima
kasih.
0 Komentar