Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Fakta Sejarah di Balik Perayaan Tahunan Maulid Imam Husein di Kairo

Photo by Masrawy

Oleh: Muhammad Ziaul Haq 

Beberapa hari ini mulai tanggal 29-30 November 2021, kota Kairo khususnya kawasan masjid Imam Husein diramaikan dengan datangnya ribuan orang dari segala penjuru negeri Mesir untuk merayakan agenda tahunan yang sudah menjadi budaya warga Mesir, yaitu perayaan maulid al-Syahid Imam Husein ibn Ali.

Meski perayaan tahun ini tidak terlalu besar sebagaimana beberapa tahun silam dikarenakan masih adanya indikasi  Covid-19, namun suasana yang sama hampir masih bisa dirasakan dengan kehadiran banyak orang di sekitar wilayah Darasah. 

Melewati momen ini, kita bisa menyaksikan secara langsung bagaimana euforia kecintaan warga Mesir terhadap ahlul bait keturunan Rasulullah. Bagaimana tidak, Rasulullah SAW sendiri mengatakan terhadap cucunya tersebut: “Husein dariku dan aku dari Husein, Allah menyayangi orang yang menyayangi Husein..!”

Namun ternyata perayaan maulid ini bukan semata-mata perayaan kelahiran beliau saja, lebih dari itu perayaan ini ditujukan untuk menyambut kedatangan kepala beliau yang mulia setelah peristiwa Karbala.

Kenapa bisa demikian?

Kembali ke sejarah kelahiran beliau, Imam Husein dilahirkan pada tanggal 3 Sya’ban tahun ke 4 dari peristiwa Hjrah di Madinah Munawwarah, satu tahun setelah kelahiran saudaranya Imam Hasan ibn Ali. Pada masa belianya sampai berumur lebih dari enam tahun, beliau selalu setia menemani dan menjadi kesayangan dari kakeknya, Rasululah SAW.

Singkat cerita, kemudian beliau syahid dalam peristiwa Karbala wilayah sekitar Iraq di umurnya yang ke tujuh puluh lima tahun pada bulan Muharram tahun 61 Hijriah.

Dari keterangan waktu-waktu ini kemudian kita bandingakan dengan perayaan yang ada sekarang, maka bisa dikatakan bahwa perayaan ini sejatinya adalah untuk menyambut kedatangan kepala beliau yang mulia masuk ke dalam wilayah Mesir setelah sebelumnya berada di daerah ‘Asqalan selama beberapa waktu.

Lalu bagaimana kepala mulia itu bisa sampai di Mesir?

Perjalanan pemindahan kepala "Al-Husein" di Mesir kembali ke cerita panjang yang disebutkan oleh ahli sejarawan Sunni, terutama mereka yang hidup melalui peristiwa ini dari sejarawan Mesir dan lain-lain.

Ketika gencarnya ekspansi Tentara Salib pergi ke negara-negara Arab dan menggali kuburan para tokoh besar Muslim, Wazir Fatimiyah yang cukup memiliki pengaruh saat itu, al-Salih Tala' bin Zuraik pada kepala terhormat Imam Husein, takut bahwa Tentara Salib akan menyentuhnya dengan buruk. Maka, sejumlah  uang dalam jumah besar dikeluarkan sebagai gantinya untuk mendapatkan kepala yang terhormat dan menguburnya kembali di Mesir.

Benar saja, usaha yang ditempuh tersebut tidak sia-sia. Al-Amir al-Afdhal anak dari panglima tentara Badruddin al-Jamali pergi menuju daerah Asqalan untuk menjemput kepala beliau yang mulia dari daerah pemakaman dan membawanya ke daerah Mesir. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada hari Ahad, 8 Jumadil Akhir sampai tiba di Mesir pada hari Selasa tanggal 10 di bulan yang sama di tahun 548 H bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 1153 M.

Prosesi megah yang menyejukkan hati dan membuat setiap orang yang bangga bangkit dengan bangga atas penyerahan kepala yang terhormat ke Mesir yang dijaga tanahnya dengan kehadiran banyak ahlul bait.

Bahkan disebutkan juga, karena penghargaan dan cinta dari orang Mesir kepada ahlul bait dan kepada Imam Husein radhiyallahu 'anhu, orang Mesir menyambut kepala terhormat Imam Husein ketika  tiba di Mesir dengan melepas sandal mereka sampai tidak ada di antara mereka yang mengenakan alas kakiya.

Dan tidaklah kepala mulia tersebut melewati sebuah desa atau tempat melainkan orang Mesir menerimanya dengan bunga, parfum, kegembiraan, dan kesenangan.

Salah satu kejadian yang amat indah juga ketika kedatangan kepala yang terhormat adalah penyebaran aroma kesturi darinya. Semua daerah yang dilaluinya, sampai-sampai lingkungan yang berdekatan dengan Masjid Al-Salih Tala'I yang berada di kawasan bab Zuwaila sekarang, sampai memasuki halaman masjid tempat ia sekarang dimakamkan, menghirup aroma misk di rumah dan barang-barang mereka.

Hingga hari ini untuk mengenang peristiwa tersebut, para penduduk menyebut tempat tersebut sebagai Haret Misk (Tempat Harum), sebagaimana yang disebutkan oleh sejarawan Sunni.

Dan pemandangan pemakaman Imam Husein  yang ada sekarang, dahuluya adalah istana salah satu pangeran yang disebut Pangeran Hafeez al-Din atau Rabi' al-Din, dan istana itu disebut "Istana Zamrud", dan sang pangeran menyerahkannya untuk dibangun masjid.

Sejarawan dan penulis biografi Sunni telah sepakat bahwa jasad/badan Imam Husein radiyallahu anhu dimakamkan di tempat kematiannya di Karbala, dan sedangkan untuk kepala mulia, menetap di ‘Asqalan, pelabuhan Palestina, sampai akhirnya dipindahkan ke Mesir. 

Kesaksian Ulama Azhar

Bertahun-tahun yang lalu pada masa pemerintahan Khedive Ismail, perselisihan terjadi pada pembaruan Masjid Al-Husein atas fakta bahwa kepala Imam Husein berada di Mesir.

Al-Azhar al-Sharif membentuk lajnah khusus ulama yang dapat dipercaya untuk meneliti kuburan dan mereka keluar dengan mata tertuju, meneriakkan "Dia .. Dia .. Dia." Dia tahu bahwa mereka telah melihat kepala Imam Husein, seolah-olah dia telah dibunuh beberapa jam yang lalu, dan darahnya mengalir dari bau kesturi.

Hal ini ditegaskan oleh riwayat syekh al-Azhar seperti Syekh al-Shabrawi, dan riwayat Imam al-Muhaddith al-Mundhriri, al-Hafiz bin Dihya, al-Hafiz Najm al-Din al-Ghaiti, Imam Majd al-Din bin Othman, Imam Muhammad bin Bashir, Hakim Muhyi al-Din bin Abdul-Zahir, Hakim Abdul Rahim, Abdullah al-Rifai al-Makhzoumi, Ibn al-Nahwi, Sheikh al-Qurashi dan Sheikh al-Shablaji, Sheikh Hassan al-Adawi, Syekh al-Shaarani, Syekh al-Manawi, Syekh al-Ajhouri, Abu al-Mawahib al-Tunisi, dan lain-lain.

Wallahu A’lam.


Sumber:

Kitab “al-Mawaizh wa al-i’tibar” karangan Al-Maqrizhi.

Markaz Al-Qolam li at-Tahqiq wa Ad-Dirasat / Hany Douh.

https://www.elbalad.news/5064499

 

Posting Komentar

0 Komentar