Oleh: Muhammad Qusayyi al-Jamali
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki
letak geografis yang sangat strategis. Hal tersebut menjadikan Indonesia
sebagai jalur perdagangan terpadat yang dilewati oleh para pedagang domestik maupun
mancanegara. Wilayah pesisir pantai Sumatera sampai pantai utara pulau Jawa ke
arah timur kemudian Maluku, telah menjadi jalur pilihan para pedagang karena
relatif lebih aman daripada berhadapan langsung dengan laut lepas, seperti laut
Samudera. Beberapa kerajaan atau kesultanan pada masa lalu seperti Aceh,
Palembang, Banten, Demak, Giri, Lombok, dan Maluku serta beberapa kesultanan lainnya
telah mengambil peran bahkan terlibat aktif dalam perdagangan tersebut. Tulisan
pendek ini akan menguraikan bagaimana Lombok mengambil peran dalam jalur perdagangan
di bumi Nusantara.
Nusantara telah memainkan peran
penting dalam jalur perdagangan rempah dunia. Menurut Sulaiman al-Tajir dalam
bukunya yang berjudul Akhbar al-Shin wa al-Hind,
beliau memaparkan bagaimana Malaka mempunyai andil
penting terhadap para pedagang Timur Tengah yang hendak menuju Cina dan India.
Bahkan dalam buku cetakan KBRI Kairo disebutkan bagaimana penggunaan lada hitam,
pewangi/menyan, gaharu dan kapur barus dalam proses mumifikasi. Dimana,
bahannya merupakan bahan-bahan impor dari Indonesia. Dalam catatan sejarah dan
bukti arkeologis, dapat dipahami bahwa Indonesia mempunyai andil besar dalam
ekspor dan impor rempah-rempah dunia. Akan tetapi, di balik besarnya
daerah-daerah penghasil rempah-rempah seperti Malaka, Sulawesi, Sumatra dan
Jawa, ataupun daerah-daerah Melayu lainnya, terdapat peran aktif yang nyata
dalam jalur perdagangan rempah-rempah melalui daerah Lombok, Bali, Sumbawa dan
Nusa Tenggara Timur.
Kajian hubungan antara satu wilayah
dengan wilayah lainnya di Indonesia menjadi kajian yang menarik, khususnya
tentang hubungan Lombok dengan daerah sekitar. Sebut saja Jawa, Sumatera dan
Melayu. Beberapa kajian tentang hubungan ini telah dilakukan oleh Prof. Dr. Jamaluddin,
MA (Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam UIN Mataram) dalam bukunya, Sejarah,
Naskah dan Tradisi Masyarakat Sasak. Buku ini memberikan informasi
penting terkait peran Lombok dalam jalur perdagangan internasional dengan
menghadirkan fakta-fakta sejarah, berupa data-data arkeologis dan naskah-naskah
kuno. Beberapa Batu Nisan yang ditemukan di komplek makam raja-raja Selaparang,
menegaskan peran Lombok dalam perdagangan internasional. Batu Nisan Aceh yang ditemukan
di lingkungan komplek makam raja Selaparang, menurut Prof. Dr. Jamaluddin, MA merupakan
hadiah raja Aceh sebagai cendera mata karena adanya hubungan diplomatik. Bahkan
yang lebih awal dari itu, dalam naskah kuno (seperti Babad Lombok) disebutkan
bahwa Selaparang—sebelum kehadiran Majapahit—telah membangun hubungan dagang
dengan kerajaan Sriwijaya yang saat itu berpusat di Palembang. Lebih lanjut,
Prof. Dr. Jamaluddin menjelaskan bahwa pengaruh Melayu dapat dilihat dari
tradisi penaskahan. Adanya naskah-naskah Melayu yang ada di masyarakat Sasak Lombok,
merupakan naskah yang ada hubungannya dengan Melayu.
Sebagai pulau yang memiliki letak
geografis yang strategis, Lombok banyak dikenal oleh para pedagang, pelancong
atau para dai yang melewati pesisir utara pulau Jawa. Selain itu, letak
geografis tersebut menjadikan Lombok aktif terlibat dalam aktivitas-aktivitas
global. Prof. Dr. H. Jamaluddin, MA, mengungkapkan bhawa keterlibatan Lombok
dalam aktivitas global sangat mempengaruhi perkembangan penduduk masyarakat Sasak, dan tidak pula dapart dilepaskan
dari perkembangan penyebaran agama di wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh
konektivitas antar pelabuhan Nusantara yang memberikan dampak yang sama dalam
masalah perdagangan dan penyebaran agama.
Lombok yang berada pada garis pesisir
utara laut Jawa (rute rempah-rempah dunia) memiliki peran yang krusial dalam
membentuk jalur perdagangan global. Hal ini terlihat jelas dalam peran Lombok
sebagai penghubung para pedagang dari wilayah barat ke timur atau sebaliknya.
Jalur rempah ini terbentuk karena adanya koneksi antar pelabuhan dari satu
wilayah ke wilayah lainnya, dan dari satu pulau ke pulau lainnya. Terbentuknya
jalur perdagangan ini tentu karena adanya kerja sama dan kepentingan yang sama.
Di samping itu, hubungan yang kuat antar wilayah di Nusantara juga telah
membuat jembatan penghubung ini sebagai media interaksi sosial. Baik dari aspek
budaya, ekonomi, politik bahkan agama. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara
yang multi-etnis.
Sebagaimana yang umumnya diketahui,
budaya Lombok dipengaruhi budaya Jawa, Bali, dan Makasar. Ternyata, kebudayaan
Melayu juga mempunyai pengaruh yang signifikan. Hal ini menjadi indikasi utama
yang menjelaskan berbagai macam aktivitas-aktivitas sosial masyarakat Lombok
pada masa lampau dalam perjalanan sejarahnya, khususnya dalam perdagangan
rempah-rempah. Karenanya, kita bisa menarik benang merah yang menghubungkan
Lombok dengan berbagai daerah-daerah lain—khususnya Jawa dan Sumatera—di bumi Nusantara dan dunia secara umumnya.
Lombok intens mengadakan hubungan jual
beli rempah-rempah dengan pedagang-pedagang luar pada masa kerajaan Majapahit.
Hal ini diketahui dari catatan Mpu Prapanca dalam Negarakretagama, yang
menyebut Lombok Mirah Sasak Adi. Pedagang-pedagang dari Jawa yang hendak menuju
ke Sulawesi dan Maluku menjadikan bandar Lombok sebagai tempat transit sekaligus
tempat menyiapkan perbekalan untuk perjalanan selanjutnya.
Kesuburan tanah di Lombok telah
menjadikannya sebagai daerah penghasil beras, kopi, cengkeh, kayu manis, kayu
sapang, kayu gaharu dan lain sebagainya. Sehingga tak mengherankan, banyak para
pedagang dari luar melakukan transaksi dengan para pedagang lokal. Hal ini kemudian berdampak kepada perkembangan
sarana trasportasi dan tumbuhnya kota-kota pelabuhan yang dikunjungi oleh para
pedagang dari berbagai tempat. Selain itu, hal ini juga mempengaruhi aktivitas
politik yang membuka dan mengeratkan ruang komunikasi dan hubungan antar pulau.
Dengan demikian, hubungan yang dijalin oleh kerajaan-kerajaan di Lombok tidak
hanya terbatas dengan pulau-pulau yang berdekatan saja. Akan tetapi, mereka
telah menjalin hubungan dagang dengan wilayah-wilayah yang jauh, seperti
Palembang dan Aceh.
Sumber-sumber lokal seperti Babad Lombok
dan Babad Selaparang yang menyebutkan hubungan aktivitas perdagangan Lombok
dengan daerah lainnya didukung oleh bukti-bukti arkeologis. Sumber-sumber lokal
juga menguak hal tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari aktivitas kerajaan
Lombok dalam perdagangan rempah-rempah dengan wilayah-wilayah Nusantara bahkan
dunia. Salah satunya adalah kerajaan Selaparang. Sebagai salah satu kerajaan
tertua di Lombok yang berpusat di pesisir timur pulau Lombok, kerajaan
Selaparang telah membuktikan dirinya sebagai kerajaan agraris, di samping juga
mengembangkan kemaritiman. Kerajaan Selaparang membuat pasar-pasar tempat bertemunya
para pedagang luar. Hal ini menunjukan besarnya perhatian kerajaan Selaparang
Lombok dalam mengatur aktivitas perdagangan.
Prof. Dr. Jamaluddin, MA mengatakan
bahwa pada masa Prabu Anom, raja Selaparang Lombok berkuasa, ia membangun pasar bebas di salah satu gili.
Pasar ini berfungsi sebagai tempat bertemunya para pedagang besar dan pedagang
dari mancanegara. Sedangkan untuk menopang pasar global, Prabu Anom juga
membuat pasar peyangga di beberapa desa dengan menetapkan hari-hari pasaran
yang dikoordinasi oleh seorang Demung. Beberapa di antaranya, pasar
Aikmel pada hari Rabu, pasar Pringgabaya hari Sabtu, pasar Masbagik di hari Senin
dll. Pasar-pasar ini selalu ramai sesuai dengan hari pasarannya. Kebijakan hari
pasaran ini bertujuan mempercepat perekonomian masyarakat. Oleh karena itu,
dengan berbagai fasilitas dan aktivitas perekonomian di pusat pemerintahan dan
wilayah kekuasaan kerajaan Selaparang, maka dapat dipastikan bahwa telah
terjadi transaksi-transaksi perekonomian dengan wilayah lainnya, dalam
perdagangan rempah-rempah ataupun hasil alam lainnya, karena bukti-bukti kuat
yang ditemukan di masyarakat Sasak. Bukti-bukti tersebut hingga saat ini masih
bisa ditemukan keberadaannya, baik budaya maupun peninggalan arkeologis.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Lombok telah terlibat aktif sebagai penyangga jalur perdagangan rempah-rempah dunia. Pulau Lombok adalah pulau yang sangat strategis karena berada dalam jalur perdagangan global atau jalur perdagangan rempah-rempah dunia. Hasil bumi yang melimpah nan dibutuhkan di pasar internasional membuat Lombok memiliki kedudukan yang krusial dalam jalur perdagangan rempah dunia. Ramainya perdagangan di Lombok pada masa kerajaan Selaparang, telah mendorong kerajaan Selaparang untuk mengatur sistem pasar dan menentukan hari pasaran bagi para pedagang lokal dan menetapkan gili sebagai tempat bertemunya para pedagang-pedagang besar dan pedagang dari mancanegara.
Daftar Pustaka
Ambary, Hasan Muarif, Menemukan
Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1998).
Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia Tenggara,
(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2000), cet. ke-2).
De Graaf, HJ. dan Th.
G. Th. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Jawa: Kajian Sejarah Politik Abad
ke-15 dan ke-16. Cet. ke-2. Jilid 2.
Handayani, Usri Indah. et al, Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat, (Mataram:
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Barat Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, 1997/ 1998)
Herman, V. J. et al. Bunga Rampai Kutipan Naskah Lama dan Aspek
Pengetahuannya, (Mataram,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum
Negeri Nusa Tenggara Barat, 1990/1991).
Jamaluddin, Jejak-Jejak Arkeologi Islam di Lombok,
(Mataram: Sanabil, 2019).
________, Sejarah
Islam Lombok Abad XVI-Abad XX, (Yogyakarta:
Ruas Media, 2019).
_______, Sejarah, Naskah, dan Tradisi Masyarakat Sasak,
(Mataram: Sanabil, 2020).
Jamaluddin,
& Siti Nurul Khaerani, (2020). “Islamisasi Masyarakat Sasak Dalam Jalur
Perdagangan Internasional: Telaah Arkeologis Dan Manuskrip”. Jurnal Lektur Keagamaan, 18 (1), 135–163.
https://doi.org/10.31291/jlk.v18i1.577. JJ. Rass, Hikayat Banjar, (the
Haque-Martinus Nijhiff, 1968).
Mulyana, Slamet, Tafsir Sejarah Nagara Kretagama,
(Yogyakarta: LKiS, 2006).
________, Babad Lombok, (Jakarta: Depdikbud, 1994).
Raba, Manggaukang, dan Asmawati, Fakta-Fakta Tentang Nusa
Tenggara Barat; Lombok dan Sumbawa, (Mataram: Yayasan Pembangunan
Insan Cita, 2002).
Sulistiyati, Babad Selaparang, (Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1993).
Tajir, Sulaiman, Akhbar al-Shin wa al-Hind, (Cairo: Dar misryah
al-Lubnaniyah, 2000).
Tim Penyusun Monografi Daerah NTB, Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat, (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1977).
Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan perkembangan
Kota-Kota Muslim di Indonesia Dari Abad XIII sampai XVIII Masehi, (Kudus: Penerbit Menara Kudus,
2000).
Tugiyono, KS, et. al., Peninggalan Situs Dan Bangunan Bercorak Islam
di Indonesia, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), cet.
ke-1.
Wacana, Lalu, Babad Lombok, (Jakarta: Poyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia
dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1974).
0 Komentar