Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

“Kepergiannya Seakan-Akan Redupnya Cahaya Terang Dari Cahaya-Cahaya Keilmuan” – Imam Akbar Syaikh Ahmad Thayyib

 


Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّـى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang alim, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya, kemudian mereka akan memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat lagi menyesatkan orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Azhar kembali kehilangan salah satu permata terbaiknya hari ini, Sabtu, 5 Desember 2020 dengan kembalinya salah satu anak terbaiknya, Syaikh Prof. Thaha Hubaisyi ke pangkuan Ilahi.

Ratusan jamaah sholat jenazah yang didominasi para penuntut ilmu, murid-murid beliau membanjiri masjid Al-Azhar untuk mengiringi kepergian sosok Guru Besar Akidah dan Filsafat nan tawadduk ini.

Imam Akbar Syaikh Ahmad Thayyib yang merupakan sahabat terdekat dalam kata takziah beliau mengungkapkan bahwa kepergian beliau meninggalkan sejuta keilmuan, muhadarah, pelajaran yang membekas di setiap sisi masjid dan kuliah Azhar.

Selain itu, Imam Akbar juga mengutarakan bahwa kepergian beliau ini seakan-akan redupnya cahaya terang dari cahaya-cayaha keilmuan yang ada.

Sedikit dari biografi beliau:

Nama lengkap beliau Thaha ibn Al-Dusuqi ibn Mahdi ibn Badawi ibn Hubaysi al-Husaini al-Asybuly al-Azhary.

Nasab Rasulullah saw. mengalir di darah beliau sehingga tak heran beliau mewarisi sifat-sifat kelemah lembutan serta kejeniusan yang luar biasa.

Beliau dilahirkan di tempat yang bernama Fariskur sekitaran wilayah Dimyath sekarang, pada hari Senin, 12 Shafar 1363 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Februari 1944.

Kedua orang tua beliau menamainya Thaha karena ingin mengambil keberkahan nama kakeknya yaitu Raslullah saw. sebagaimana yang disebutkan dalam Qur’an Surat ke-20.

Beliau terdidik dengan disiplin dari kecil dalam lingkupan keluarga sederhana, sang ayah bekerja sebagai seorang petani. Tak jarang Syaikh Thaha kecil membantu sang ayah untuk bekerja di sawah namun tetap disisi waktunya ia selalu mengulang hafalan dan pelajarannya.

Kejeniusan beliau memang sudah terlihat dari masa kecil. 

Pada umurnya yang ke 6 tahun, beliau sudah diserahkan untuk menghafal Quran di tempat pengajian desa setempat, kemudian berlanjut ke salah satu kuttab di Dimyath  selama 3 tahun, selanjutnya melanjutkan langkah ke ma’had Azhar Dimyath hingga akhirnya pada pengumuman sepuluh besar tingkat nasional tsanawi Azhar beliau berada pada urutan keempat nasional.

Suatu ketika pernah diadakan acara takziah atas wafatnya salah satu keluarga Syekh di desa beliau. Pada saat itu usia beliau masih muda belum bergabung ke Jami’ah, beliau sudah memberanikan diri untuk berbicara di masyarakat umum memberikan ceramah yang begitu indah, sampai orang-orang pun mengira yang sedang berbicara adalah seorang masyaikh Azhar.

 Masyarakat dari jauh berkata: “Apakah yang berbicara itu seorang Masyaikh Azhar? Apakah nanti jika ia besar akan menjadi sosok Abdul Hamid Nasr? Atau seperti Syaikh Ramadhan?” (Nama-nama Syaikh Azhar yang terkenal waktu itu)

Beliau memulai menimba ilmu di kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo pertama kali  tahun ajaran 1967/1968 M. Hingga akhirnya beliau menjadi Guru Besar Akidah Filsafat Azhar.

Untuk biografi lengkap beliau, kita akan sambung dalam beberapa kesempatan selanjutnya, Insyaallah.

red. muhammadziaulhaq

Posting Komentar

2 Komentar