Dalam diskursus keislaman, tidak
jarang para orientalis yang memusuhi islam menciptakan subhat-subhat yang
mendatangkan keraguan dalam Islam. Mereka berkata tentang Islam dan ajarannya
seolah benar padahal sangat bertolak belakang dengan maksud yang diinginkan.
Contoh saja ada yang mengatakan tentang al-Quran adalah buku sejarah. Mereka
berdalih dengan adanya kisah-kisah para nabi dan shalihin yang ada di dalam
al-Quran.
Apa dampak yang akan terjadi jika
kita membenarkan anggapan ini? Tentunya akan mengurangi kemuliaan al-Quran
sebagai sebuah kitab suci yang datang dari Allah swt. Dan akan mengganti esensi
diturunkannya sebagai kitab petunjuk dan pemandu (kitabu hidayatin wa rusydin).
Dan ini tentu berbeda dengan buku sejarah, yang esensinya adalah menerangkan
dengan runtut sebuah perkara di masa lalu lengkap beserta tokoh-tokohnya.
Karena itu, di dalam al-Quran
menyebutkan di awal QS. Al-Baqarah, “
Sungguh kitab itu (al-Quran) tidak ada keraguan di dalamnya, dan ia adalah
petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (هدى للمتقين)”
Ketika melihat kitab-kitab tafsir
yang dikarang oleh para ulama, seringkali kita menemukan perbedaan pendapat antara
mereka dalam menafsirkan suatu ayat. Namun hal ini tidaklah menjadi penyebab
kerusakan otentiknya Al-Qur’an. Para ulama mengatakan:
القرآن ذا وجوه فاحملوا على أحسنها
“Al-Quran mempunyai banyak tafsiran, ambil-lah yang terbaik
darinya”
Ada yang mesti dibedakan ketika
kita mencoba membaca kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran sendiri maupun
tafsiran ulama, bahwasanya yang mesti diyakini kebenarannya adalah kisah yang
tertulis dalam nash Quran itu sendiri, sedangkan kisah yang berada dalam
tafsir-tafsir para ulama maka masih terdapat kemungkinan diterima atau tidak.
Salah satu alasan kenapa kisah
dalam tafsiran ini tidak sepenuhnya valid untuk diterima adalah karena banyak
yang bersumber dari Israiliyat atau cerita-cerita yang dinukil dari Ahlu Kitab
terdahulu.
Para ulama menjelaskan tiga sikap
kita dalam menanggapi cerita-cerita israiliyat ini yaitu:
1. Membenarkannya ketika cerita tersebut sesuai dengan apa yang ada
dalam Al-Quran dan Hadis
2. Menyanggahnya ketika kisah tersebut bertentangan dengan apa yang
ada dalam Al-Quran dan Hadis
3. Tidak membenarkan dan tidak pula menolak sepenuhnya.
Oleh karena itu, al-Quran sejak
awal ketika menceritakan tentang kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu tidak
sedang bermaksud menceritakan sebuah sejarah yang telah lampau, namun al-Quran
bermaksud memberikan penjelasan tentang letak ibrah yang perlu dipahami oleh
umat manusia dari zaman ke zaman. Sekali lagi al-Quran tidak sedang
menceritakan sejarah lampau akan tetapi al-Quran mengajarkan bagaimana memahami
sejarah masa lalu dengan baik. Yaitu dengan mengambil ibrah/pelajaran yang
tertanam dalam kisah-kisah nyata, yang benar adanya. Karena itu ditemukan dalam
al-Quran kisah-kisah nabi seperti kisah nabi Musa yang banyak diulang-ulang
hampir di setiap juz al-Quran, padahal tidak bermaksud mengulang akan tetapi sedang
memfokuskan letak ibrah yang diinginkan dalam kisah tertsebut. Dan para ulama
dalam hal ini telah banyak menjelaskan rahasia dibalik kisah-kisah itu semua
dalam buku-buku tafsir dan kisah-kisah dalm al-Quran.
Andaikan al-Quran buku sejarah,
maka seperti yang dipahami tentang buku sejarah, maka kita tidak akan menemukan
al-Quran dalam bentuk yang seperti sekarang ini, sesuai dengan yang diturunkan
langsung oleh Allah kepada Nabi-Nya shallahu alaihi wasallam. Dan tentu kita
akan menemukan kisah Nabi Musa, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan lain sebagainya
menjadi satu bagian tersendiri. Ditambah lagi tentu segala tokoh yang terlibat
di dalam kisah akan dihadirkan jika al-Quran adalah buku sejarah. Karena itu
para ulama banyak mengatakan :
قصة القرآن تعلمنا كيف ينتفعون بالتاريخ
“Kisah-kisah dalam al-Quran mengajarkan kita bagaimana mengambil faedah
dari sejarah masa lalu”
Sebagai penutup, tulisan singkat ini ingin menekankan bahwa tuduhan
tentang al-Quran adalah buku sejarah dengan dalil adanya kisah-kisah di dalamnya
serta adanya tafsiran para ulama yang menjelaskan lebih detail tentang
kisah-kisah tersebut, tidak benar. Karena pada dasarnya seperti yang dikatakan
para ulama dari zaman- ke zaman, mereka sepakat bahwa al-Quran adalah kitab
hidayah bagi sekalian alam. Dan ayat-ayat yang berbicara kisah para nabi dan
kaumnya, setiap hurupnya menyimpan hidayah bagi siapa yang dikehendaki-Nya,
subhanahu wataala. Semoga kita termasuk yang senantiasa mendapatkan hidayah
al-Quran hingga akhir hayat. Amin.
Oleh : Muhammad Ziaul Haq & Ahmad Alimuddin Ghozali
0 Komentar