Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung tempat seseorang tinggal dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan tanpa alasan dan hukuman mati, serta pelanggaran kejahatan perang lainnya.
Perlu dikehui Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran dalam cakupan hukum internasional, khususnya terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang. Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh hukum perang, bisa juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya. Bahkan penggunaan bendera perdamaian sebagai taktik perang mengecoh lawan, juga merupakan kejahatan perang.
Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil, juga bisa dianggap sebagai kejahatan perang seperti pada kasus perbudakan seks, pembunuhan massal dan genosida, yang juga sama dianggap sebagai suatu kejahatan perang. Walaupun dalam hukum kemanusiaan internasional, kejahatan-kejahatan ini secara luas dideskripsikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan perang merupakan bagian penting dalam hukum kemanusiaan internasional, karena biasanya pada kasus kejahatan ini dibutuhkan suatu pengadilan internasional. Seperti yang terjadi pada 1 Juli 2002, Pengadilan Kejahatan Internasional (International Criminal Court 2002), yang berbasis di Den Haag, Belanda, dibentuk untuk mengadili kejahatan. Beberapa negara, terutama Amerika Serikat, Tiongkok dan Israel, menolak untuk berpartisipasi atau mengizinkan pengadilan tersebut menindak warga negara mereka. Beberapa terdakwa yang terkenal di antaranya adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang dan mantan Presiden Liberia Charles Taylor dan lain-lain.
Banyak sekali bentuk kejahatan perang terjadi selama Perang Dunia II, khususnya di Indonesia. Namun di sini penulis hanya akan mengulas sedikit kilas balik sejarah tentang tindakan tuna susila dari tentara Jepang, yang berfokus pada kasus pelecehan seksual kepada para korban perbudakan yang mereka sebut sebagai Jugun Ianfu.
Namun, perlu didedah terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual? Dalam Wikipedia makna pelecehan seksual berarti segala perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaaan untuk melakukan seks, serta perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Serta bisa juga merupakan tindakan yang tidak diinginkan, dan bisa membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan atau tidak nyaman dan di luar batas nilai kesopanan.
Dari definisi tersebut, ternyata jika diperhatikan perilaku seperti juga pernah terjadi di zaman Yunani Kuno dahulu atau dalam Bahasa Inggris disebut “Ancient Greek”. Dalam kisah legenda atau mitos orang Yunani Kuno (Greek Mythology), cukup banyak ditemukan pelecehan yang di lakukan oleh Dewa-dewa mereka. Zeus misalnya, Raja para Dewa dalam mitologi Yunani Kuno. Zeus atau Dias Dalam Theogonia karya Hesiodos, Zeus disebut sebagai "Ayah para Dewa dan manusia", Dewa langit dan Petir. Zeus juga dikenal di Romawi Kuno dan India kuno. Dalam bahasa Latin disebut Iopiter atau Jupiter sedangkan dalam bahasa Sanskerta disebut Dyaus-pita. Dewa Amun dari mitologi Mesir, dewa Tinia dari mitologi Etruska. Dalam mitologi Nordik, Zeus atau Jupiter dikenal sebagai Thor (dewa petir).
“Zeus was super rapey”, demikian yang di tulis oleh Nomina Forna dalam artikelnya yang berjudul “9 Disturbing and Bizarre Greek Myths They Didn’t Teach You in School”. Untuk menguatkan pernyataan Nomina Forna tersebut, mari kita baca kisah perilaku menyimpang sang Dewa Petir.
Diketahui dalam sejarah, Zeus pernah menikahi kakak perempuannya Hera. Dari hubungan ini, dia memperoleh beberapa anak, yaitu Ares, Hebe, dan Eileithyia. Beberapa pendapat mengatakan bahwa Hefaistos juga adalah anak Zeus dan Hera, meskipun kisah yang lebih terkenal menyebutkan bahwa Hera melahirkan Hefaistos tanpa ayah. Anak-anaknya yang lain kemungkinan adalah Eris dan Enyo, terutama karena keduanya sering disebut sebagai saudari Ares.
Zeus juga berselingkuh dengan banyak Dewi dan manusia. Dari Titan Leto, dia menjadi ayah Apollo dan Artemis. Seorang Pleiades bernama Maia memberikannya seorang putra bernama Hermes. Menurut beberapa kisah, Zeus juga adalah ayah Afrodit dari hubungannya dengan Dione, yang kemungkinan adalah putri Okeanos atau Tethis. Dengan demikian Zeus kemungkinan adalah ayah dari semua dewa Olimpus muda.
Dari hubungannya dengan Demeter, Zeus menjadi ayah Persefone. Dewa penting lainnya yang merupakan anak Zeus adalah Dionisos atau Bakkhos, yang ibunya adalah putri dari Thebes bernama Semele, anak Kadmos dan Harmonia. Menurut mitos Orfik, setelah melahirkan Zeus, Rea (ibu Zeus) mengganti namanya menjadi Demeter. Zeus lalu memperkosanya, dan Rea atau Demeter melahirkan Persefone. Zeus kemudian memperkosa putrinya itu sehingga memperoleh anak bernama Dionisos pertama atau Zagreus, namun para Titan membunuh bayi Dionisos itu. Zeus lalu memperkosa Semele dan menjadi ayah Dionisos kedua. Zeus bercinta dengan banyak manusia perempuan, sehingga memiliki banyak anak. Banyak dari anaknya yang menjadi raja, sedangkan yang lainnya menjadi pahlawan hebat. Manusia yang pernah diperkosa oleh Zeus adalah Lo, putri dewa sungai Inakhos. Dalam wujud banteng, Zeus pernah membawa kabur Europa ke pulau Kreta dan di sana dia memperkosanya hingga terlahirlah Minos, Rhadamanthis (Rhadamanthos) dan Sarpedon. Zeus mengubah wujud menjadi pancuran emas dan menggauli Danae, yang sedang dikurung oleh ayahnya di sebuah menara. Danae lalu melahirkan Perseus. Zeus juga menghamili Alkmene dengan menyamar sebagai suaminya. Dari hubungan itu Alkmene melahirkan Herakles yang dalam mitologi Romawi di kenal sebagai Herkules yang di sebut sebagai manusia setengah Dewa.
Barangkali ini yang mendasari keyakinan orang Yunani Kuno bahwa orang yang dianggap sebagai keturunan dewa harus menikah dengan keturunan dewa juga. Ini juga bisa dilihat dari kisah pharaoh terakhir Mesir, dia adalah Ratu Cleopatra keturunan Yunani Makedonia dari Dinasti Ptolemeus (Indonesia: Ptolemaik) Yunani. Cleopatra yang berusia 18 tahun menikah dengan adiknya Ptolemeus XIII yang berusia 12 tahun saat naik tahta menggantikan ayahnya menjadi penguasa Mesir. Seperti yang tercatat dalam sejarah, Mesir pernah dikuasai oleh Yunani selama tiga abad setelah penaklukan yang dilakukan oleh Alexander Agung (The Great Alexander). Sepeninggal Cleopatra, Mesir dijadikan salah satu provinsi Kekaisaran Romawi. Perubahan status Mesir ini menandai akhir dari Zaman Helenistik, yang bermula pada masa pemerintahan Alexander Agung.
Dalam mitologi Yunani pernikahan sedarah antar dewa adalah hal yang biasa. Dimana zeus menikah dengan kakak perempuannya, Hera. Orang tua zeus, Kronos menikah dengan kakak perempuannya yaitu Rea sang Dewi Bumi. Kronos dang Rea adalah hasil dari pernikahan Uranus dengan Ibunya yang bernama Gaia. Mencengangkan bukan? Walau bagaimanapun, ini hanyalah mitos yang di yakini oleh orang Yunani Kuno namun memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh; Orang-orang Yunani kuno percaya, Zeus memiliki rahim di dalam kemaluannya. Ini tak lepas dari kepercayaan mereka, bahwa kesuburan para wanita telah diambil dan diberikan kepada laki-laki. Karena keyakinan mereka soal rahasia rahim Zeus ini, Zeuslah yang dipercaya melahirkah para dewa, bukan istrinya. Serta karena cerita ini juga lah, phallus atau penis di masa itu begitu dipuja. Phallus adalah simbol kesuburan, kekuasaan, dan dominasi pria Yunani kuno. Oleh sebab itu, karya-karya seni dan rancang bangun yang dibuat pada masa Yunani kuno seringkali dihiasi ornamen berbentuk phallus. Sungguh aneh bukan?
Dari sektor pornografi, belum ada ahli sejarah yang dapat memastikan kapan pornografi mulai muncul dan dalam bentuk apa pornografi muncul. Namun terdapat beberapa bukti-bukti sejarah yang mengungkapkan bahwa ekspresi pornografi telah ditemukan dalam ranah kebudayaan barat. Salah satu bukti ekspresi pornografi yang ditemukan dalam ranah kebudayaan barat yaitu, terdapat bukti sejarah mengenai adanya nyanyian-nyanyian cabul pada masa Yunani kuno. Nyanyian-nyanyian cabul ini dilakukan dalam rangka perayaan untuk menghormati dewa mereka. Dalam sebuah buku mithologi klasik karangan Edit Hamilton yang berjudul “la mythologie” ditampil kanlukisan-lukisan klasik mengenai dewa-dewi dalam mitologi Yunani yang menampilkan vulgarisme dalam bentuk lukisan seperti La Venus d’Urbin, La naissance de Venus dan lukisan vulgar lainnya.
Setelah berjalan-janlan cukup panjang ke belakang, sekarang saatnya kita kembali ke inti pembahasan. Skandal jaman kolonial Jepang. Perang Dunia I/II tidak lepas dari catatan kelam pelecehan seksual. Perbudakan seks pada zaman kolonial Jepang yang di sebut dengan istilah “Jugun Ianfu”. Jugun ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada wanita (bahasa Inggris: comfort women) yang menjadi korban dalam perbudakan seks selama Perang Dunia II di koloni Jepang dan wilayah perang. Jugun ianfu merupakan wanita yang dipaksa untuk menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan juga di negara-negara jajahan Jepang lainnya; pada kurun waktu tahun 1942-1945.
Menurut riset oleh Dr. Hirofumi Hayashi, seorang profesor di Universitas Kanto Gakuin, menerangkan bahwa Jugun Ianfu juga termasuk termasuk di antaranya orang Jepang, Korea, Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Indonesia, Myanmar, Vietnam dan orang Eropa di beberapa daerah kolonial (Inggris, Belanda, Prancis, Portugis). Jumlah perkiraan dari jugun ianfu ini pada saat perang, bisa berkisar sampai 20.000 orang. Namun menurut pengakuan dari beberapa Jugun Ianfu yang masih hidup saat ini, jumlah tersebut sepertinya berada di atas batas kisaran yang ada.
Di Indonesia saja, para perempuan dahulu biasanya direkrut menjadi Jugun Ianfu berdasarkan paksaan (diambil begitu saja di jalan atau bahkan di rumah mereka), diiming-imingi untuk sekolah ke luar negeri, atau akan dijadikan pemain sandiwara (seperti yang terjadi pada ikon perjuangan Jugun Ianfu asal Indonesia, Ibu Mardiyem). Para mantan Jugun Ianfu yang masih hidup saat ini rata-rata masih merasakan trauma psikologis dan gangguan fungsi fisik akibat pengalaman pahit yang pernah mereka alami. Belum lagi masyarakat yang tidak memperoleh informasi dengan benar, justru malah menganggap mereka sebagai wanita penghibur tanpa paksaan.
Salah seorang wartawan BBC News Indonesia Sri Lestari, pernah mengungkap hasil wawancaranya dengan penyandang perbudakan seks dari para tentara Jepang. Usia orang tersebut diperkirakan berkisar 80 tahunan, yang agaknya tidak perlu saya sebutkan namanya. Para penyintas Ianfu itu konon katanya dibawa ke Gedung Papak, Purwodadi, Jawa Tengah. Saat itu, usia orang yan g diwawancarai tersebut masih 9 tahun. Dia ingat saat berada di gedung itu bersama dengan anak perempuan lainnya, tetapi tidak berada di ruangan yang sama. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk melarikan diri dari gedung tersebut, tuturnya dengan tatapan mata yang kosong.
Banyak para penyintas ianfu tidak dapat memiliki anak, karena alat reproduksi mereka sudah hancur ketika berada dalam tahanan tentara Jepang. Hingga setelah perang berakhir, mereka masih saja trauma dan merasa dikucilkan akibat stigma negatif masyarakat pada mereka sebagai ‘bekas Jepang’. Perbudakan seks pada masa Jepang ini kian terungkap jelas ketika seorang Kim Han Sook, penyintas ianfu asal Korea Selatan memberikan kesaksian secara terbuka kepada publik tahun 1992.
Lebih dari 180 sejarawan dari berbagai negara mengeluarkan surat terbuka kepada pemerintah Jepang agar berhenti melakukan manipulasi, sensor, dan intimidasi terhadap sejarawan yang menulis Perang Dunia II. Sebagian besar sejarawan tersebut berasal dari perguruan tinggi di Amerika Serikat, namun ada pula sejarawan Inggris dan Eropa. Mereka terdorong menulis surat terbuka setelah muncul kontroversi secara terus menerus tentang perempuan penghibur atau dikenal dengan nama Jugun Ianfu yang bekerja di rumah bordil militer Jepang di masa perang. Persoalan itu telah menjadi batu sandungan dalam hubungan Jepang dengan sejumlah negara tetangga. Seperti dilaporkan oleh wartawan BBC Nick Higham, perempuan penghibur untuk tentara Jepang sering disebut sebagai budak seks.
Dilansir dari BBC News Indonesia pada 7 mei 2015, pemerintah Jepang dituduh berusaha menutup-nutupi fakta sejarah, antara lain ditunjukkan dengan tindakan konsul Jepang di Amerika Serikat pada bulan Desember 2015 lalu. Pihak Jepang meminta penerbit McGraw-Hill untuk mengubah beberapa paragraf di dalam buku yang menyebutkan bahwa militer Jepang merekrut paksa perempuan-perempuan muda. Disebutkan pula militer Jepang "membunuh massal mereka untuk menutup-nutupi operasi itu”.
Setelah itu satu-persatu Ianfu di sejumlah negara memberikan kesaksian kekejaman Jepang terhadap mereka. Termasuk juga di Indonesia, seorang penyintas asal Solo juga akhirnya menyampaikan kesaksiannya secara terbuka pada tahun 1992. Setahun berikutnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta melakukan pendataan terhadap korban perbudakan seksual Jepang dengan membuka pengaduan.
Ketika kesaksian penyintas Ianfu ini disampaikan ke publik, Jepang kemudian menawarkan permintaan maaf dan penyesalan bagi semua orang, yang menderita sakit yang tidak terukur dan luka fisik serta psikologis karena menjadi Ianfu. Jepang kemudian membentuk Asia Women Fund (AWF) —yang diumumkan Menteri Sekretaris Kabinet pada Juni 1995— berdasarkan kesepakatan yang dibuat tiga pihak. Dalam situsnya, AWF menyebutkan pendirian lembaga ini merupakan bentuk kepedulian, penyesalan dan permintaan maaf terhadap masalah Ianfu. Tetapi di Indonesia, AWF menyebutkan karena pemerintah tidak mengidentifikasikan para Ianfu tersebut, maka pendanaan sebesar 380 juta yen (sekitar Rp24 milliar dengan kurs saat itu) diberikan melalui Kementerian Sosial secara bertahap selama 10 tahun untuk membangun fasilitas 235 panti jompo di seluruh daerah. Selain itu, tiga fasilitas panti jompo juga didirikan melalui organisasi yang bergerak di masalah Ianfu.
Pendamping Ianfu dan mantan Direktur LBH (lembaga bantuan hukum) Jakarta, Nursyahbani Katjasungkana, mengatakan ketika itu sikap pemerintah lebih mementingkan hubungan dengan Jepang, tetapi belakangan sudah ada perubahan. "Pemerintah Indonesia atas lobi di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, ada satu setengah halaman cerita tentang Ianfu sebagai bagian dari korban perang," jelas Nursyahbani.
Oleh: Nurul Qodri
0 Komentar