Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Kenaikan Tarif Pengurusan Visa Kolektif Disahkan, Bagaimana Tanggapan Anda?

Pengurusan izin tinggal sekarang susah ya!?

Padahal iqomah (izin tinggal) merupakan sesuatu yang amat urgen bagi seorang Warga Negara Asing di negeri yang dia pijak. Demi keamanan, konstitusi di semua negara harus memastikan siapapun yang berada di lingkup teritorialnya adalah penduduk asli atau warga asing yang memiliki kepentingan jelas.

Maka, bagi pelajar Indonesia di Mesir harus memastikan stempel legalitasya tinggal di sini tercapkan di paspornya, dan itu wajib diperbaharui setiap masa berlakunya habis. Jika tertangkap tidak memilikinya, orang yang datang ke sini dengan tujuan belajar, secara hukum ia bisa digelandang bagaikan kriminal, ditahan, bahkan dideportasi

Memang tahap prosedural mengurus iqamah ini menguras waktu dan tenaga, apalagi sejak pembludakan jumlah mahasiswa hingga menembus angka 8000, wajar apabila dalam proses pengurusan, menemukan banyak kerumitan dan hambatan. Lantas, mau malas-malasan ngurusnya atau ngulur waktu hingga melewati batas? Siap saja dengan konsekuensi kena denda (gharamah) dengan nominal yang cukup tinggi, 600 Pound/Bulan.

Untuk menyelesaikan masalah ini, para pemangku kebijakan telah berusaha menghadirkan solusi, walaupun usaha itu kita harapkan perlu lebih ekstra. Dalam beberapa tahun terjadi beberapa perubahan sistem pengurusan demi memberikan kemudahan. Setiap ketentuan sistem baru mendapatkan reaksi pro dan kontra. Yang terbaru (per 12 Juni 2020) menjadi buah bibir dan buah jari obrolan masisir adalah wacana kenaikan tarif sebesar 35 Pound, dari 130 Pound menjadi 135 Pound.

Walaupun “hanya” 35 Pound, seharga satu porsi nasi + ayam geprek demi rasa aman hidup setahun di negara orang, tapi jangan remehin loh! Tema tentang pengurusan Iqomah selalu memantik keributan dalam setiap rapat pengambilan keputusan. Apalagi berkaitan dengan uang. Sensitif.

Pasalnya, bukan cuma nominal yang menjadi bahan kontra. Banyak stake-holder menyuarakan suara warga yang dia wakili keberatan karena biaya demikian dianggap “relatif tinggi”, karena tak sejalan dengan pelayanan yang “relatif kurang memuaskan”. Misalnya, celetukan warga “Makin tinggi bayarannya, tapi ko malah makin lama kita menunggu. Menunggu tanpa kepastian itu kan, Sakit! Hikz.”

Masa ideal pengurusan yang semula 1,5 bulan, beberapa waktu terakhir ini bisa memakan waktu hingga 3-5 bulan. Selama itu, paspor tidak di tangan, ditahan Tim INTIF (Izin Tinggal Kolektif) selaku lembaga yang diberikan mandat mengurusi Visa Warga secara kolektif. Selama itu pula, masisir keluar rumah dengan was-was. Apalagi di kala negara menetapkan status state emergency dan penggalakan razia.

Gelombang suara warga mempertanyakan “sirkulasi besaran biaya, dalam neraca kinerja dan pelayanan yang diberikan” pun tidak dapat terbendung.

Berbedanya cara pandang, mulai dari tipe idealis dan realistis. Tipe yang lebih suka paket hemat walaupun tenaga ekstra, dengan tipe yang lebih suka simpel gapapa walaupun mahal. Tipe mahasiswa lama yang suka bernostalgia dengan keadaan di masanya, dengan mahasiswa terbaru yang manut-manut saja seakan tidak terjadi apa-apa. Berbagai tipe itu ketika duduk dalam rapat, menimbulkan riak air yang tadinya tenang jadi bergelombang.

Tentunya semua berpikir, mengkritik dan menuntut untuk kebaikan kebaikan bersama. Tetapi pertanyaannya di sini: kalau mengkritik, kepada siapa dilayangkan? kalau menuntut, siapa yang hendak dituntut? Jangan-jangan kita berkoar-koar, marah-marah, tetapi kepada pihak yang capek-capek membantu urusan kita dan tidak punya kuasa menyelesaikan masalah ini.

Menurut curhatan seorang kawan saya yang berkhidmat menjadi mandub, selain lelah panas-panasan bawa berkas, sesampainya di rumah, dia harus melayani pertanyaan-pertanyaan, belum lagi pertanyaan ngegas yang kadang-kadang menjadi tekanan batin.

Apakah menyalahkan Ataukah Mandub Kekeluargaan? Tim INTIF? PPMI? Ataukah KBRI?

Baik, untuk mengkaji, mari kita lihat sekilas dari sisi historis perubahan sistem pengurusan visa dari masa ke masa.

Pengurusan Visa Individu (Pra-Sistem Kolektif)

Dulu, siapapun yang ingin memperbarui ijin tinggal dia menjalani prosedur berikut:

  •          Bagi mahasiswa, dia meminta tasdiq ke Syu’un Kuliah (Tarif: EGP 30, Proses 2 Hari). Bagi yang berstatus pelajar di DL, dia meminta ifadah dari Idaroh (Tarif: EGP 35, Proses 2 minggu).
  •           Setelah mendapatkan Tasdiq atau Ifadah dia meminta surat pengantar dari Konsuler.
  •           Kemudian ke kantor Imigrasi (Jawwazat) yang terletak di Madinet El-Bu’uts El-Islamiyyah. Mengisi istimarah dan menyerahkan berkas yang diminta, lalu diminta untuk datang satu bulan kemudian.

Masalahnya, di Kantor Jawwazat ini harus datang pagi-pagi agar mendapatkan nomor antrian awal, karena harus berjejal dengan ratusan mahasiswa asing lainnya. Bahkan banyak juga yang rela dingin-dinginan menunggu di gerbang kantor sejak dini hari. Jika tidak, harus rela berdiri menunggu berjam-jam, atau lebih parah jika sudah lewat jatah dan harus datang di hari lain.

Awal Mula Pembentukan Tim Viktif (Opsional)

Dengan bertambahnya jumlah mahasiswa wafidin, bertambah pula panjang antrean di loket Jawwazat. Apalagi sebelumnya persebaran mahasiswa yang boleh di daerah-daerah,  seperti Thanta, Zaqaziq dan Manshurah wajib terpusatkan di Kairo.

Mulailah sering terjadi masalah dalam antrean. Puncaknya pada 2016. Suatu hari, di tengah antrean, mahasiswa Asia Tenggara yang relatif berpostur sedang yang sudah berada di barisan depan tiba-tiba diserobot oleh pelajar dari Afrika atau Asia Tengah yang berpostur besar. Merasa tidak terima, yang diserobot protes dan meletuslah perkelahian. Bukan sekali dua kali itu terjadi dan berpotensi akan terus terulang.

Maka, mengantisipasi masalah ini, pihak Jawazat menginstruksikan kepada keduataan 3 negara dengan jumlah populasi terbanyak: Malaysia, Indonesia dan Thailand agar ada mandub yang menguruskan secara kolektif.

Permintaan yang itu direspon oleh Konsuler dengan menjaring beberapa sukarelawan yang dinamakan Tim Viktif (Visa Kolektif).

Di sini timbul menjadi pertanyaan, apakah Tim Viktif ini adalah bagian dari KBRI atau bukan?

Kita coba jawab nanti. Intinya, dengan sistem ini, bagi yang ingin memperpanjang visa cukup dengan mendatangi Syuun kuliah. Syuun kuliah akan menyampaikan ke Maktab Riayah Thullab Wafidin, setelah nomor taqdim turun, dia mengisi istimarah yang disediakan kekeluargaan, meninggalkan paspor di mandub kekeluargaan, mandub kekeluargaan menyerahkan ke Tim Viktif, dan tinggal menunggu hingga proses taslim. Awalnya belum timbul masalah dalam jangka waktu.

Banyak yang merasa terbantu dengan sistem ini dan kinerja mereka patut diapresiasi. Dengan biaya administrasi 30 Pound, dengan rincian harga istimaroh (formulir) dan damghah (materai) 24 Pound dan sisa 6 Pound dipakai untuk transportasi, foto copy berkas kurang dan sebagainya. Mandub bertugas dari pukul 8 pagi sampai 5 sore, ditambah waktu lembur malam. Mengurus visa sendiri saja sulit, apalagi mengurus visa orang lain. Merekapun tidak mendapatkan gaji dari negara.

Viktif juga bekerja rapi dalam pelayanannya. Mengupdate status berkas pemohon, sehingga bisa dipantau dari proses tasdiq, taqdim, hingga taslim.

Tetapi saat itu masih bersifat opsional.

Bagi yang melihat perbandingan dua sistem di atas, akan melihat masing-masing ada plus-minus. Sehingga wajar apabila ada yang tetap memilih cara klasik, mengurus sendiri.

Viktif Bersifat Wajib

Sejak tahun 2017, pihak jawazat mewajibkan kepada tiga negara tersebut untuk menyatukan pintu pengurusan menjadi kolektif, tidak lagi dibolehkan mengurus sendiri. Bagi banyak masisir ini sering disalah pahami, menyangka ini kebijakan Tim Viktif yang ingin memonopoli kepengurusan.

Tahun 2017 juga terjadi keributan karena terjadi penaikan tarif dari EGP 30 menjadi EGP 90, dengan rincian kebutuhan ATK, Transportasi dan gaji pegawai viktif. Isu ini menimbulkan pro-kontra, tetapi tetap keputusannya naik. Karena jika diturunkan dari tarif tersebut, Tim Viktif yang sudah terbentuk mengancam diri akan bubar dan meminta PPMI Mesir dan Kekeluargaan Nusantara mencari sukarelawan lain.

Mulai Lambannya Proses

Pelambatan proses pengurusan mulai dirasakan kira-kira sejak tahun 2018. Membuat masisir bertanya, mengapa? Apalagi saat itu bertepatan sering terjadinya razia. Apakah berkas-berkas pemohon dibengkalaikan?

Menurut klarifikasi Viktif, ini terjadi karena sebelumnya, masa kerja pegawai di Jawazat dari Pukul 8.00 Pagi – 14.00 siang. Masa waktu kerja selama 6 jam ini terbilang sedikit untuk mengurus ribuan berkas. Oleh karena itu, Tim Viktif berinisiatif memberikan tips uang lembur kepada pegawai yang katanya berjumlah hanya 13 orang.

Entah siapa (ditengarai pelajar dari negara lain selain 3 negara di atas) yang melaporkan inistiatif tersebut dan menyebutnya sebagai praktek suap kepada jenderal tertinggi. Mengetahui hal tersebut, sang jenderal memberikan teguran keras kepada para pegawai di Jawwazat itu, bahkan dipindah-tugaskan. Pegawai yang semula 13 orang berkurang menjadi 5 orang.

Ancama itu tetap berlaku, sehingga setelahnya, tidak adalagi pegawai yang berani menerima uang lembur. Maka wajar saja berkonsekuensi ke makin berbelitnya pengurusan. Try to imagine, masa kerja pendek, dengan tenaga kerja terbas!

Berpindah Kantor dan Terbentuk INTIF

Pelayanan dan penyimpanan berkas Tim Viktif awalnya bermarkas di Kantor Konsuler di H-10. Pada tahun 2018, dengan alasan Tim Viktif bukan bagian dari KBRI, sehingga ditakutkan akan menjadi masalah dalam laporan ke Pemerintah Pusat. Maka Protkon KBRI mengejutkan masisir dengan meminta Tim Viktif tidak lagi bermarkas di Kantor Konsuler.

Dengan demikian, terjadilah keributan, dengan wacana Tim Viktif ini akan lepas tangan dan membubarkan diri. Mereka khawatir dan tidak bertanggung jawab apabila dokumen-dokumen amat penting tidak diletakkan di tempat tidak aman.

Dalam rapat MPA, BPA, DP PPMI dan Kekeluargaan Nusantara yang diselenggarakan 6 Agustus 2019, menyepakati meminta personel lama dalam Tim Viktif melakukan pembentukan baru menjadi Tim INTIF dengan melakukan recrutmen.

Bersamaan dengan kenaikan iuran sebesar EGP 20 LE dari Kantor Jawwazat, dan EGP 5 LE untuk sewa sekretariat.

Dalam rapat ini juga dibahas terkait payung hukum (legal standing) Tim Intif. Kekeluargaan nusantara menanyakan kepada PPMI Mesir, apakah mau memayungi atau membiarkan independen?

PPMI Mesir mengambil sikap dengan menetapkan status Tim Viktif ini sebagai Organisasi Khusus (OK) dengan hubungan haris koordinasi. Berebeda dengan Lembaga Otonom (LO) dengan hubungan garis intruksi. Sehingga dalam setiap apapun keputusan krusial Tim Viktif, harus melibatkan PPMI.

Kenaikan Tarif 35 LE

Di masa pandemi 2020, berimbas pada kinerja di Kantor Jawwazat, sehingga banyak berkas pemohon yang pending. Pada awal Juni 2020, jawazat mengumumkan akan memulai new normal dan mengabarkan adanya penambahan tarif pengurusan sebesar EGP 20.

Tim Intif sendiri menyampaikan kepada para stakeholder bahwa total penambahan sebesar EGP 35. Yang menjadi pertanyaan, untuk apa EGP 15 ini?

Usut punya usut, dalam masa pandemi ini, walaupun menyetop berkas pemohon baru, Ti, Intif melobi Kantor Jawwazat agar tetap memproses berkas pemohon yang sudah terlanjuur masuk. Sehingga pada Bulan Mei banyak berkas yang turun Taslim. Keberhasilan lobi itu karena Pengurus Intif banyak memberikan hadiah masker, sarung tangan dan disenpectan kepada para pegawai Jawwazat agar tetap mau bekerja. Anggaran untuk membelikan peralatan tersebut diambil dari kumpulan uang pemohon, sehingga menjadi minus. Maka untuk menutupi minus akibat pembelajaan insidentil tersebut, maka dimintalah iuran lebih.

Posting Komentar

0 Komentar