Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Covid-19 dan Ilmu Mukhtalaf al-Hadis

Sumber: Google.com
Dalam ilmu hadis ada sebuah pembahasan penting yang dinamakan dengan Mukhtalaf al-Hadits (Hadis-Hadis yang kontradiktif). Di sana dijelaskan dua hadis yang terkesan bertolak belakang,  dan kalo diperhatikan dengan sekilas akan membuat orang bingung,  manakah yang harus diikuti antara dua hadis tersebut. Tapi setelah diteliti,  ternyata tidaklah demikian, hanya ada Ta’arudh Dzhahiri (Kontradiktif lahiriah) dalam Nash al-Qur’an maupun Hadis, bukan Ta’arudh Hakiki (Kontradiktif yang sebenar-benarnya).
            Terus,  apa kaitannya dengan Covid-19 (Corona)?
Berangkat dari pembahasan Mukthtalaf al Hadits di atas, ada banyak sekali hadis-hadis yang secara lahiriah terlihat bertolak belakang , diantara hadis-hadis tersebut adalah dua hadits yang berkaitan dengan penyebaran virus sebagaimana yang sedang viral saat ini.  Kedua hadits itu adalah:
لا عدوى ولا طيرة
(Tidak ada penularan dan Tidak ada peramalan)
Dan hadits:
فر من المجذوم،  فرارك من الأسد
(Larilah dari orang yang terkena penyakit,  sebagaimana kamu melariman diri dari kejaran Harimau)
Kedua hadits di atas hikumnya Sahih. Pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dan yang kedua diriwayatkan oleh Imam Bukhari saja. Dan sebgaimana yang telah difahami oleh para ulama, mengamalkan hadis sahih hukumnya wajib.
Dalam menyikapi hadits yang bertolak belakang, secara umum, harus dilihat dari dua sisi.  Pertama, Yumkin al-Jam'u (Adanya kemungkinan menyatukan dua riwayat) dan yang kedua,  La yumkin al-Jam'i (Tidak mungkin disatukan).  Dua hadits yang mungkin untuk di jama' tidak ada permasalahan lagi.  Adapun yang tidak mungkin untuk disatukan,  ada dua solusi yang ditawarkan oleh para ulama, Nasikh wa Mansukh (yang satu nasikh dan satunya lagi mansukh)  dan Tarjih Baina Nasshain (mengunggulkan salah satu diantara dua hadis dengan syarat dan ketentuan yang berlaku).
Kembali ke permasalahan, dalam menyikapi kedua hadis tentang penyebaran virus tersebut para ulama memilih jalan al-Jam',  dengan artian mengamalkan keduanya sekaligus tanpa membuang salah satunya.
Caranya, kita harus mengetahui pangkal dari permasalahnya. Hadits pertama yang mengatakan لا عدو, huruf lā di sana bisa bermakna ganda, bisa bermakna lā Nafi (Meniadakan) atau lā Nahi (Larangan). Kalau dijadikan lā nafi, maka maknanya adalah: Tidak ada penyakit yang menular. Dan kalau dijadikan sebagai lā Nahi, maka artinya janganlah seseorang diantara kalian menularkan penyakitnya kepada yang lain dengan cara berintraksi tanpa menggunakan pengaman. Maka makna yang kedua (lā Nahi) ini tidak bertolak belakang dengan hadis kedua yang mengatakan: Larilah dari orang yang terkena penyakit,  sebagaimana kamu melariman diri dari kejaran Harimau, bahkan kedua maknanya sejalan. Permasalahannya akan muncul ketika ingin menjadikan lā di hadits petama menjadi lā Nafi, yang bermakna menafikan penyakit menular.
Ulama tidak kehabisan akal untuk mencari titik temu dari kedua hadis ini. Mereka mencari Asbab al-Wurud dari hadis pertama. Maka ditemukanlah bahwa sebab dari adanya hadis ini adalah bentuk tanggapan Nabi terhadap kelompok tertentu (kaum Jahiliah) yang meyakini bahwa penyakit memiliki kuasa penuh untuk menularkan dirinya kepada orang lain. Mereka menafikan kuasa tuhan pada hal tersebut. Maka dari itu, hadits ini hadir untuk membantah keyakinan mereka dengan mengatakan, لا عدو (Tidak ada penyakit yang menular), maksudnya tidak ada penularan penyakit yang disebababkan oleh penyakit itu sendiri, semuanya berasal dari Allah swt., Dialah yang MahaMengatur segalanya. Dengat kata lain hadis tersebut ditunjukkan kepada kelompok tertentu yang memiliki pemahaman seperti kafir Quraish.
Bagaimana Pemahaman Hadis Kedua?
Hadis kedua mengatakan فر من المجذوم،  فرارك من الأسد , bermakna perintah untuk menjauhkan diri dari orang yang terkena penyait menular seperti Jadzam. Hadis ini ditunjukkan kepada kelompok tertentu juga, yaitu kelompok yang memiliki keyakinan bahwa semua penyakit berasal dari Allah swt. Maka Nabi memerintahkan mereka untuk memerhatikan penyebab dari menularnya penyakit, yaitu berintraksi dengan orang yang sedang terkena penyakit menular tanpa pengaman, dan memerintahkan mereka untuk menjauhi penyebab tersebut. Maka Hadis ini pun ditunjukkan kepada kelompok tertentu.
Maka kesimpulan dari dua hadis di atas adalah, “Peniadaan” penyakit pada Hadis pertama ditujukan kepada kelompok tertentu dan pelarangan pada hadis kedua ditujukan pula kepada kelompok tertentu sebagaimana sudah dijelaskan. Atau bisa juga dengan mengambil kesimpulan kedua, bahwa di sana ada dua macam penyakit, ada yang menular seperti penyakit Judzam, Barash, atau seperti Virus Corona yang sedang viras sekarang, dan ada juga yang tidak menular seperti diabetes, sakit kepala dab lai sebagainya. Maka dengan dua kesimpulan ini, dapat dipastikan bahwa tidak ada Ta’arudh Hakiki (Kontradiksi Hakiki) diantara dua hadis tersebut.
Bagaimana Menyikapi Covid-19 yang sedang banyak terjadi saat ini?
Berangkat dari pemahaman di atas, untuk menyikapi penyebaran virus corona diseluruh dunia, sepantasnya bagi umat Islam untuk tetap berpegang teguh kepada Allah swt., lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan selalu meyakini bahwa semua penyakit (Termasuk Virus Corona) berasal dari Allah swt dan Dia-lah yang Maha Menyembuhkan penyakit. Namun kita tidak boleh lupa juga untuk tetap mengindahkan penyebab dari penularan penyakit tersebut sebagaimana diperintahkan oleh Nabi , yaitu dengan memerhatikan himbauan-himbauan yang dikeluarkan oleh instansi kesehatan, seperti memakai masker ditempat umum, mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang sesuatu dan lain-lain, supaya kita tetap terhindar dari penyakit tersebut.
Semoga Allah swt. menghindari kita dari semua macam penyakit. ÂmĪn
 (el-Din)

Posting Komentar

0 Komentar