Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Cerita Rakyat: Cupak dan Gurantang

Sumber: google.com
Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin berbagi sekelumit cerita Sasak, tentang sebuah kisah yang memilki unsur ibrah dan pesan moral dalam hidup. Iqtidaan dengan al-Quran dan Sunnah, penulis ingin wasilah yang baik dalam berdakwah ini bisa dira’i oleh semua kalangan, terlebih para pengguna internet yang kebanyakan diisi oleh orang-orang yang memiliki wawasan luas. Mudah-mudahan bisa memberi faidah kepada kita semua bukan malah sebaliknya unfaidah.
Membahas tentang sekelumit cerita ini, ada beragam versi yang akan ditemukan oleh para pembaca jika menelisik ke sumber-sumber yang ada, bahkan ada cerita rakyat Cupak dan Gurantang atau Gerantang versi Bali. Jadi Bali pun memiliki cerita tentang ini dengan nama yang sama akan tetapi dengan plot cerita yang berbeda. Versi Lombok saja masih ada ditemukan perbedaan apalagi ketika disandingkan dengan versi Bali pasti sangat jauh berbeda, oleh sebab itu kalau pembaca kiranya mendapatkan jenis plot yang berbeda pada ulasan ini mohon untuk dimaklumi. Cerita ini dimulai dari kerajaan Budha Daha yang berkembang pada abad ke IX Masehi. Kerajaan Daha merupakan kerajaan yang pernah ada di Lombok, berpusat di wilayah desa Senaru, kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara, provinsi Nusa Tenggara Barat.
Satu hal lagi yang membuat penulis mengulas cerita ini kembali karena sempat dipentaskan pada acara Pekan Kebudayaan Nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Istora Senayan, Jakarta, Jumat 11 Oktober 2019.
Dahulu kala hiduplah Cupak dan Gurantang, dua orang yang berbeda karakteristik atau keperibadian, dan pernah sama-sama menjalin ikatan persaudaraan. Awalnya, mereka berdua dipertemukan di “Gawah Senaru” yang sangat lebat, pada waktu mengembara tanpa tujuan. Memang kebetulan, sebagaimana yang banyak terjadi di bumi ini, persaudaraan tersebut terikat karena senasib dan sepenanggungan di tanah rantauan.
            Dalam perjalanan hidup mereka berdua, terlihat perbedaan yang mencolok dalam cara bersikap. Cupak mewakili pribadi yang ingin menang sendiri, karena itu dia menyatakan diri sebagai kakak, dan Gurantang pribadi yang apa adanya yang kemudian diangkat menjadi adik. Dengan demikian, Cupak selalu diuntungkan dalam memenuhi kebutuhan setiap hari. Misalkan, ketika dia lapar, maka dia meminta Gurantang untuk mencari makanan, setelah makanan telah siap saji lantas kemudian mereka berdua berencana makan bersama-sama. Sebelum makan, muncul sikap tamaknya si Cupak, dia meminta Gurantang mencari air minum dan sekembalinya Gurantang mencari air minum, makanan sudah habis dilahap dan Cupak pura-pura tertidur. Malah ketika terbangun dia menyalahkan Gurantang dan menuduhnya menghabiskan makanan itu. Akhirnya mereka bertengkar, walaupun pada akhirnya mereka berdua menyalahkan anjing. Sebenarnya, Cupak lah yang telah menghabiskan makanan tersebut.
                 Karena si Cupak adalah orang yang sangat perusak. Dia berbohong setelah menghabiskan makanan. Dia juga berbohong memiliki kesaktian yang mandraguna dihadapan Datu Daha, setelah mendengar anak sang Datu yaitu Sekar Ratna diculik oleh raksasa Gawah Senaru, konon nama raksasanya adalah Genawa. Awalnya, Gurantang mengingatkan bahwa tidak boleh berbohong kepada siapapun, apalagi kepada Raja, Namun dia ngotot dan meminta Gurantang untuk diam kemudian berkata “Gurantang… la.. tedok bae, sik penting te besur kance maik penindokte.”. Maksudnya adalah wahai Gurantang sudah diam saja kamu, yang penting itu kita kenyang dan dapat tertidur lelap. Singkat cerita, Cupak meminta makanan dan sebilah keris sakti pada kerajaan. Dia dan Gurantang langsung pergi ke hutan dan mencari raksasa tersebut. Mereka pada akhirnya bertemu dengan raksasa tersebut, sontak saat itu si Cupak terlihat ketakutan ketika berhadapan dengan raksasa kemudian berlari. Gurantanglah yang berkelahi dengan raksasa kemudian mampu mengalahkannya. Akan tetapi secara tiba-tiba Cupak tampil ke depan dan menancapkan keris ke raksasa, seakan-akan dia yang telah membunuhnya. Lalu, mereka mencari sang putri kemudian menemukan putri Sekar Ratna yang disimpan oleh raksasa dalam sebuah sumur tua, terjadilah dialog antara mereka berdua, akhirnya dengan argumentasi yang licik, Cupak mengelabui Gurantang. Gurantang yang turun kedalam sumur, setelah sang putri berhasil diangkat naik, Cupak mengubur hidup-hidup Gurantang dalam sumur tersebut.
            Asal dijanji kursi dan perak, demi dijanjikan makanan yang enak, kehidupan layak, dinikahan dengan putri Sekar Nitra anak Datu Daha, dia rela menubur Gurantang dalam sumur tua. Cupak melakukan penghianatan terhadap saudara seperjalananya dalam keadaan susah dan senang.
            Dia tidak perduli dengan siapapun sanak dan handai tulan. Walaupun, akhirnya dia membuat kompetisi dan menjanjikan siapa yang menang melawan dia perisean (tradisi adat Sasak), akan medapatkan Sekar Nitra menjadi istrinya. Gurantang ternyata masih hidup dan mengikuti kompetisi perisean tersebut. Nasib selalu adil, dia pun menang dan mendapatkan yang selama ini menjadi haknya.
            Mengenai kesimpulan para pembaca bisa menarik sendiri dari ulasan cerita tersebut, penulis sendiri akan mewakilkan kesimpulannya dengan seuntai syair yang ditulis oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam karyanya Wasiat Renungan Masa:
Jauhkan dirimu dari Sang Cupak
Karena Cupak sangat Merusak
Asal dijanji kursi dan perak
Tidak perduli guru dan sanak

Oleh: Wahyudi Maulana Hilmy
Mahasiswa Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir

Posting Komentar

1 Komentar