Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Wacana Cabang Darul Lughah di Indonesia.. Ini Kabar Terbarunya!


Masih ingat dengan wacana pengadaan cabang Darul Lughah di Indonesia? Kalau ngga ingat, baca dulu beritanya di sini 😉

Kini berita tersebut hampir sudah tidak menjadi wacana lagi dan siap terealisasi sejak tahun 2019 ini. Pasalnya, untuk MoU kedua belah pihak Al-Azhar dan OIAA Indonesia telah sampai pada titik kesepakatan dan clear, tinggal mematangkan persoalan teknis. Maka pada Senin tadi (4/2/2019) bertempat di Konsuler KBRI Kairo, isu ini diangkat dalam rapat yang dihadiri oleh Perwakilan OIAAI, perwakilan dewan pengajar di Markaz Lughah Syekh Zayed, perwakilan KBRI Kairo, PPMI Mesir, Wihdah PPMI Mesir dan semua ketua kekeluargaan.

Presiden PPMI Mesir Saiful Jihad dalam sambutannya menyampaikan, bahwa hasil pertemuan ini penting untuk diangkat menjadi pertimbangan OIAA Pusat. "Besar harapan Camaba pada tahun mendatang, tiba tepat waktu, tidak seperti kasus kemarin. Dan yang terpenting adalah kualitas, bukan kuantitas yang banyak. Sebab tahun ini banyak sekali kita lihat mendapat mubtadi dan hanya dua orang yang mutaqaddim. Juga karena alasan karena keamanan, banyak terjadi kasus penangkapan, karena memperlamban pengurusan visa."

Dari Atdikbud, Ibu Novi menyampaikan sambutan mewakili Pak Usman Syihab yang sedang berada di Indonesia: "Seluruh alumni al-Azhar kebanggaan bangsa Indonesia, karena banyak dari mereka menjadi tokoh terpandang."
Dari penjelasan Pak Arifin, MA dan Pak Ramli perwakilan OIAA yang datang dari Indonesia, diketahui bahwa wacana ini bukanlah baru, melainkan hasil perundingan Grand Syekh Al-Azhar dan Ketua OIAA semenjak dua tahun lalu. Setelah melalui pertimbangan panjang demi yang terbaik buat mahasiswa Al-Azhar yang merupakan aset bangsa dan agama ini, barulah Desember 2018 lalu, Ketua OIAA datang memantapkan usulan kerja-sama itu. Gayungpun bersambut dari pihak Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Pusat. Karena menurut mereka, peserta didik Universitas Al-Azhar ini akan lebih siap ketika sampai di Mesir dengan bekal matrikulasi yang didapatkan selama di Indoesia. Juga karena semua yang berkaitan pelatihan bahasa cabang Indonesia ini tetap akan merujuk kepada pusatnya yang di Mesir, baik dari muqorror, pengajar, dsb.

Terkait konsep dan teknis sejauh ini, berikut beberapa sketsa yang telah dibicarakan dan disosialisasikan oleh pihak OIAAI:

Kapan dimulai?

Jika waktu tes berjalan sebagaimana setiap tahunnya pada kisaran Bulan April, maka pada Bulan Mei pengumuman sudah turun dan kursus bahasa bisa dimulai bulan itu juga. Dengan estimasi paling lambat enam bulan. Terhitung dari Mei, Oktober semua sudah selesai dan ketika tiba di Mesir dengan mengantongi sertifikat (ifadah) sebagai bukti telah selesai menjalani DL, mereka langsung bisa mengurus (ijroat) di kampus dan langsung memulai perkuliahan tahun itu juga.

Di mana tempatnya?

Ini menjadi kendala besar, yang apabila tanpa keputusan bijak, akan menimbulkan pro-kontra keberlanjutan rencana ini. OIAA berusaha keras agar semua camaba peserta DL ini untuk diasramakan, agar mendukung penciptaan lingkungan pengambangan skill bahasa Arab yang baik dengan mewajibkan komunikasi berbahasa Arab di bawah bimbingan musyrif-musyrif asrama yang disiplin.

Untuk sementara sudah ada gedung yang disediakan untuk kelas pembelajaran dan asrama tempat tinggal bertempat di Jakarta. Untuk lebih patennya OIAA bersama Kemenag sedang persiapkan pembangunan infrastruktur berupa gedung khusus dan sarana-prasarana yang memadai di kawasan Jakarta Timur.

Siapa yang akan menjadi penguji?

Yang menjadi penguji langsung didatangkan dari Ustadz-Ustadz dari pihak DL pusat. Dari natijah tes tahdid mustawa itu, yang mendapatkan mustawa mutaqaddim dan mutamayyiz bisa langsung diberangkatkan. Sedangkan yang di bawah itu (mubtadi dan mutawassith) akan menjalani kursus di Indonesia sampai mendapatkan sertifikat.

Bagaimana jam belajar kalau di Indonesia, apakah sama?

Dengan keuntungan pengadaan asrama dan peserta kursus tidak disibukkan dengan aktifitas di luar, maka satuan jam belajarnya DL di Indonesia bisa lebih digemukkan. Jika jam belajar DL di Mesir memakan empat jam perhari, maka di Indonesia bisa dianggarkan enam sampai delapan jam.

Masalah pengajar

Kemungkinan ada kerja-sama dalam tenaga pengajar. Dari pihak DL akan mengirim sebagian tenaga pengajar native speaker dengan sistem  kontrak yang diberikan oleh pihak OIAA selama setahun atau dua tahun.

Untuk pendayagunaan alumni, maka separuh pengajar juga diambil dari lulusan Al-Azhar yang telah selesai dan pulang ke Indonesia. Juga memberi kesempatan bagi lulusan muda yang masih ingin melanjutkan di Mesir. Tentunya pengajar kedua ini melalui seleksi dan diklat. Persyaratan penerimaan tenaga pengajar ini akan dipublikasikan kemudian oleh OIAAI atau KBRI.

Pembayaran:

Soal biaya, masih sedang dalam pembahasan. Untuk bayar rusum (iuran per-level) kemungkinan besar akan sama dengan yang di pusat, sedangkan biaya asrama kerena tempatnya di Ibu Kota dengan biaya hidup relatif mahal, maka pihak penanggung-jawab tetap akan berusaha mempermudah penuntut ilmu ini agar tetap bisa dengan biaya ekonomis dan tidak jauh dengan penghabisan biaya hidup di Mesir.

Setelah usai membincangkan pokok pembahasan, rapat berlanjut dengan serba-serbi pertanyaan terkait permasalahan camaba berkaca dari tahun-tahun lalu.

Memanfaatkan keberadaan perwakilan Ustadz dari DL, Ketua KM-NTB Mesir Abdul Karim Jaelani bertanya: "Mengapa banyak mahasiswa Indonesia mendapatkan hasil mubtadi? Apakah memang faktor kualitas kurang mumpuni? Atau standar penilaian terlalu tinggi? Atau ada unsur bisnis dari DL?"

Ustadz yang ada menjawab: "Itu murni hasil tes. Karena kami punya bank soal hingga 5000 soal dan semuanya standar internasional. Pemeriksaannya pun memanfaatkan kecanggihan teknologi masa kini, dari melacak jawaban dan mengoreksinya."

Dia juga menyatakan bahwa kehebatan sistem yang diterapkan Darul Lughah ini telah diakui oleh semua lembaga pengajaran bahasa Arab sedunia.

"Walaupun kita sangat menghormati dan senang kepada tullab dari Indonesia dari segi adab, tetapi terkait kualitas bahasa Arab di Indonesia, secara rata-rata harus diakui masih di bawah standar karena dari sistem pembelajaran yang diterapakan oleh pesantren di sana."

Perwakilan OIAAI itu juga mengamini apa yang disampaikan Ustadz DL tersebut, bahwa telah diadakan penelitian oleh beberapa professor dan konsultaan pengajaran bahasa kelas dunia memantau sistem pengajaran Bahasa Arab yang diterapkan baik oleh pesantren maupun institusi-institusi bahasa di Indonesia yang belum memberikan hasil sesuai target.

Pada kesempatan itu juga ditanyakan mengapa terjadi ledakan jumlah mahasiswa baru hingga 2000 orang? Padahal tentunya ini berimbas pada beberapa hal negatif pada banyak hal. Di antara hal negatif tersbut, misalnya pada dua tahun terakhir, banyak peserta DL yang tidak kebagian gedung, sehingga banyak dari mereka selama menunggu salah orientasi, ada yang pulang ke Indonesia, ada juga yang bekerja, ada juga yang menganggur tanpa berbuata hal-hal bermanfaat.

Menjawab pertanyaan itu, beliau menerangkan bawah dari dulu hal ini menjadi percekcokan antara OIAA dan Kemenag, kalau kita tidak ingin banyak yang kesini yang penting berkualitas dan tetap menjaga ketertiban negara orang sebagai tamu. Tetapi dari pihak kemenag beranggapan, "Kenapa anda melarang orang untuk menuntut ilmu? Sedangkan kalau kita bandingkan, keilmuan jauh lebih bagus dan biaya hidup juga lebih murah di Mesir."

Dengan alasan ini keinginan kemenag selalu menang dan kemungkinan di tahun depan tetap akan di atas seribu.

***

Rep: Abdul Karim Kertasari (Ketua KM-NTB Mesir)

Posting Komentar

8 Komentar

  1. Afwan...kok seperti ada yang janggal ya.. Mengenai "tahun ini banyak yang mendapatkan mubtadi lalu disangkut pahutkan dengan kulaitas seseorang?" maksudnya apa? Tidak semua yang mendapat mubtadi itu murni atas dasar kualitas nya! Seolah para maba tidak ada yg berkualitas..coba tolong diperbaiki, jika belum tahu hal sebenarnya jangan mensebarkan hal2 yang hanya dugaan saja..'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya selaku Tolib DL mubtadi', ingin menyampaikan, ada beberapa ustadz yg menyampaikan, sebenarnya kalian bukan level mubatdi', karena kalian udah pada pandai, setidaknya mutawasit Tsani, entah dimana kesalahannya Wallahu a'lam.....dari bahasa wacana di atas kurang enak, seakan-akan kurang berkualitas

      Hapus
    2. Baik, terimakasih semua atas masukannya. Mohon maaf! Kami hanya mencoba menyampaikan isi pertemuan. Walaupun sensitif, diakui atau tidak, jika kita hidup di kalangan masisir, isu ini sangat sering menjadi bahan pembicaraan di belakang dan menjadi tanda tanya kita semua, karena itulah ditanyakan kepada Ustadz Darul Lughah yang juga hadir dalam pertemuan.
      Rasanya, setelah dilihat ulang wacana di atas tidak tertuju kepada perorangan, karena mau mendapat level terendah pun tidak ada yang salah, karena itulah kita datang kesini untuk belajar.
      Tetapi isu ini kami angkat dalam berita ini lebih tertuju kepada sistem lembaga pendidikan kita sebagian besar (kami tidak menggeneralisir), tujuan kami agar ini menjadi PR dan tugas kita bersama untuk memperbaikinya di masa mendatang, dalam pendidikan yang lebih tertarget, demi kebaikan anak didik.
      Mohon maaf sekali lagi atas ketidaknyamanannya dalam pilihan redaksi.

      Hapus
  2. Assalamualaikum ustadz, saya sangat risih dari dulu tentang permasalahan daurullughah. Banyak unek2 yang tak tau harus diungkapkan pada siapa, karena setiap saya bercerita pada mahasiswa biasa, mereka tak punya kuasa untuk merubah situasi yang ada. Adapun unek2 saya yang selama ini dipendam tentang masalah administrasi di daurullughah. Saya selalu bingung, uang yang begitu banyaknya yang mereka dapat di daurullughah dikemanakan? Dengan jumlah yang sangat2 besarr, kita hitung saja permustawa sekarang dipungut 720 le, satu mustawa berapa orang? Belum dari negara2 lain. Belum di DL itu ada banyak mustawa, sedangkan fasilitas di DL amat sangat jauh dari kelayakan, misalnya Kipas yang butut dan reyot masih digunakan, sound yang suaranya udah nggak karuan masih dipake dan belum diganti, toilet yang nggak layak dipake, kotor, banyak kotoran manusia dimana2. Lantas uang yang begitu besarnya dikemanakan? Saya ridho dengan apa yang saya bayar dahulu di DL apabila digunakan dengan hal2 yang benar, tapi jika ini hanya untuk lahan bisnis, saya mengharamkan atas apa yang saya bayar ke mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentarnya terlalu berbahaya untuk keridhoan ilmunya,

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Bagus saja bila Maslah kebijakan publik yg berkenaan dgn DANA diadakan audit keuangan, sehingga tidak ada yg merasa Telah di Rindai dan belum di Ridhai. Sebab kerja transparan juga cara mencari keikhlasan semua dan Rinda dari NYA.

    Bila perlu kebijakan oleh OIAA terkait camaba juga perlu dievaluasi....artinya bisa jadi masalah yg dibicarakan ini bermula ada minimnya data pihak OIAA, tidak berangkat data & fakta..

    Saya setuju tentang keuangan diaudit....sebab para orang tua bayar besar pada program itu, akan tetapi terkesan proses minimalis...

    Bisa juga masalah Camaba, khususnya ttg b Arab dan izin tinggal pada tahun pertama di Cairo bisa cari perbandingan pada Negara lain. Wallahu A'lam

    BalasHapus