Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Siapa Syekh Mahmud Syaltut?


Syekh Mahmud Syaltut
Pada parsitipasi ketiga-kalinyanya selama tiga tahun berturut-turut pada Cairo International Book Fair, pada ma’ridh kali ini Al-Azhar membuka stand megah seluas 1000 m2 bertempat di Qoah nomor 4 dengan menyediakan beberapa sudut (corner) menarik. Ada pojok khusus seminar, etalase fatwa, fanorama Al-Azhar, pameran kaligrafi, pojok khusus anak-anak dan pajangan karya seni.

Kehadiran Stand Al-Azhar kali ini spesial mengangkat sosok Imam Akbar Dr. Mahmud Syaltut sebagai figur bintang untuk mengenang kontribusi dan sumbangsih besar yang telah ia berikan dalam gerakan pembaharuan dan pemajuan Al-Azhar selama menjabat sebagai pemimpin tertinggi lembaga pendidikan Islam terbesar di dunia ini.

Perayaan itu berupa persembahan serba-serbi segala hal yang berkaitan dengan Syekh Syaltut, diantaranya peluncuran cetakan terbaru kitab “Al-Imam Al-Akbar Mahmud Syaltut.. Al-Faqih Al-Mushlih Al-Mujaddid” karya Muhammad Rajab Al-Bayyumi, kitab yang menunjukkan betapa Syekh Syaltut layak ditahbiskan sebagai pemimpin sejati bagi kaum muslimin selama mengemban tugas menjadi orang nomor satu di Al-Azhar.

Di antara pencapaian-pencapaian penting Syekh Mahmud Syaltut untuk Al-Azhar adalah sebagai berikut:

1.      Membangun Relasi Baik dengan Berbagai Negara

Selama kepemimpinannya Syekh Syaltut gencar melakukan safari-safari ke berbagai negara menyuarakan seruan persatuan. Tak ayal ia digelari Imam Al-Taqrib.

Atas prestasi-prestasi yang dicapainya, pemerintah Maroko menganugerahkan kepadanya bintang kehormatan Al-‘Arsy pada tahun 1960. Menyusul penganugerahan bintang-bintang kehormatan lainnya dari Raja Malik Muhammad Tohir Syah Raja Afganistan, dari Ibrahim Aboud Presiden Sudan dan penghargaan dari Republik Kamerun. Selain itu dia juga dianugerahkan beberapa gelar doktor Honoris Causa dari universitas-universitas di Indonesia, Cili dan Kamerun.

Dengan karisma dan akhlak mulia yang dimilikinya, Syekh Syaltut mendapatkan penghormatan tinggi dari pembesar-pembesar negara. Terlihat dari sambutan Presiden Filipina -misalnya- yang mengkhususkan pesawat kepresidenan untuk memfasilitasi transportasi beliau selama kunjungannya ke negara tersebut. Demikian juga Ahmad Bin Bila Presiden Jazair yang menjenguknya saat sakit. Juga kunjungan Abdussalam Arif Presiden Irak ke kediamannya.
2.      Di antara kebijakan strategisnya juga adalah menginstruksikan penggalakan kursus bahasa asing di Al-Azhar dan mendelegasikan pelajar yang cakap berbahasa asing sebagai duta-duta Al-Azhar ke berbagai negara, terutama negara-negara Barat.

3.      Membangun Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah sebagai pusat riset kaum intelektual Al-Azhar yang hingga kini kian nyata dan eksis perannya membincangkan isu-isu krusial di dunia Islam.

4.      Pertama kali pada masanya Al-Azhar membuka kampus putri untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada kaum wanita mengecap pendidikan tinggi.

Kejutan berikutnya dari stand Al-Azhar ini yaitu penayangan film dokumenter yang mengompilasikan jejak perjalanan hidup Syekh Syaltut yang telah jauh-jauh hari disiapkan panitia, khususnya tentang perjalanan ilmiah dan jasa-jasanya hingga diperhitungkan sebagai tokoh terpenting di antara grand syekh Al-Azhar dalam gerakan rekonsilisasi, menyerukan pembaharuan, menolak kejumudan dan taqlid sehingga tidak hanya mendapatkan tempat di hati kalangan muslimin, tapi juga dicintai kalangan non-muslim.

Stand ini juga menyajikan kepada pengunjung berbagai karya tulis Syekh Syaltut, di antaranya: Al-Islam: Aqidah Wa Syari’ah, Min Taujihat Al-Islam, Kitab Al-Fatawa, Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Karim.

Pojok khusus yang dilabeli Al-Syaltut juga memamerkan dokumentasi dan foto-foto Syekh Syaltut dalam berbagai kegiatannya baik di negeri maupun di luar negeri.

Biografi Mahmud Syaltut

Imam Mahmud Syaltut lahir di Markaz Etay Al-Barud Provinsi Buhaira pada 23 April 1893 M. Beliau wafat 12 Februari 1963.

Ia mengawali pendidikannya dengan menghafal Al-Qur’an, memasuki Ma’had Alexandria, kemudian menduduki bangku kuliah di perguruan tinggi Al-Azhar hingga memperoleh gelar sarjana pada tahun 1918 M.

Setahun setelah sarjana, tahun 1919 ia diangkat menjadi pengajar di Ma’had Alexandria, sekaligus aktif terlibat dalam aksi revolusi 1919 melawan kolonialisme Inggris melalui ketajaman pena dan orasinya yang sangat berani. Melihat kecakapan dan kecerdasannya, Syekh Mustafa Al-Maragi selaku Grand Syekh kala itu memutasi tugasnya sebagai dosen di perguruan tinggi. Namun akibat kekritisannya melemparkan pandangannya dalam gerak Islah Al-Azhar, ia dicopot dari tugas sebagai pengajar, sehingga sempat beralih profesi sebagai pengacara sampai dia ditarik kembali tahun 1935 M.

Setelah kembali ke pelukan Al-Azhar, karirnya terus meningkat cemerlang, menduduki jabatan wakil dekan Fakultas Syari’ah, lalu terdaftar sebagai anggota Dewan Senior Ulama Al-Azhar, anggota Majma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyyah tahun 1946 M, dan puncaknya menjadi Grand Syekh Al-Azhar pada tahun 1958 M. 

Sebelum didapuk menjadi Grand Syekh, Syekh Syaltut sudah pernah ditawarkan jabatan Wakil Al-Azhar dua kali. Yang pertama pada tahun 1950, tetapi dia menolak tawaran itu, sebab Raja Faruq mensyaratkan ia harus berhenti menjadi khatib dan pengajar di Masjid Amir Ahmad Ali Shagir di Manial. Barulah pada tawaran kedua tahun 1957 dia resmi menjabat orang nomor dua di Al-Azhar, kemudian setahun setelahnya dia resmi menjadi orang nomor satu Al-Azhar sebagai grand syekh.

Gelar Imam Akbar dan Revisi UU No. 103 tahun 1961 M

Beliau adalah Syeikhul Azhar yang pertama kali disematkan gelar Imam Akbar. Namun di masanya pula terbit UU No. 103 tahun 1961 M dari negara di bawah pemerintahan Gamal Abdoul Nashir terkait beberapa amandemen sistem di Al-Azhar, salah satunya adalah menon-fungsikan Dewan Ulama Senior dan digantikan Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah. Dengan keputusan ini, penyematan gelar Imam Akbar juga berarti Grand Syekh memiliki otoritas tunggal dalam menentukan keputusan terkait urusan-urusan agama walau tanpa musyawarah dengan dewan ulama senior. Keputusan tersebut juga berpengaruh pada mekanisme pengangkatan Grand Syekh dengan otoritas tertinggi presiden yang sebelumnya adalah berdasarkan mufakat Hai’ah Kibar Ulama. Amandemen UU ini juga berarti menggenjot langkah modernisasi Al-Azhar dengan menambahkan mata kuliah kontemporer dan fakultas-fakultas umum seperti kedokteran, perdagagan dan arsitek. Walaupun UU ini menuai respon pro-kontra oleh pihak Azhariyyun, Syekh Mahmud Syaltut saat itu tengah berada pada akhir hayatnya.

Fatwa Mengakui Madzhab Syi’ah Imamiyah?

Syekh Mahmud Syaltut dikenang karena upayanya menggandeng mazhab-madzhab dalam tubuh Islam, terutama antara Sunni dan Syi’ah. Di antara fatwanya adalah kebolehan beribadah dengan memilih madzhab manapun dari madzhab-madzhab Islami yang diakui landasan-landasannya melalui dalil-dalil naqli yang sahih, termasuk madzhab Syi’ah Imamiyah. Walaupun fatwa ini disangkal pernah muncul dari beliau oleh muridnya Syekh Yusus Al-Qardhawi, tetapi Syekh Muhammad Al-Ghazali mengamini fatwa tersebut dan menyebutnya sebagai langkah strategis untuk mempersatukan umat Islam.

Karya-Karya

Syekh Mahmud Syaltut produktif menelurkan karya-karya penting yang berbicara tentang diskurusus-diskursus penting masa kontemporer, upaya pelurusan pehaman yang salah dan jawaban atas syubhat-syubhat. Misalnya pandangan Al-Qur’an tentang perang, pandangan Islam tentang emansipasi, hubungan antar negara dan dan wacana-wacana keislaman lainnya. Karya-karyanya telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Beliau pernah mempresentasikan makalah yang memukau pada konferensi Den Haag dengan judul Al-Mas’ūliyyah al-Madaniyyah wa al-Jināiyyah fī al-Syarī’ah al-Islāmiyyah yang membuat para peserta konferensi menerima usulan untuk menjadikan Syari’at Islam sebagai salah satu dasar pembukuan konstitusi hukum dunia.

Di antara karya-karyanya adalah: Fiqh al-Qurān wa al-Sunnah, Muqāranatu al-Madzāhih, Al-Islām ‘Aqīdah wa Syarī’ah, Tafsīr al-Qurān al-Karīm (10 Juz Pertama), Tanzhīm al-‘Alāqāt al-Dauliyyah al-Islāmiyyah, Al-Islām wa al-Wujūd al-Dauliy li al-Muslimīn, Wa Yas-alūnak (kumpulan fatwa), Al-Qurān wa Al-Qitāl, Al-Qur’ān wa Al-Mar-ah, 

Yuk kita kenali beliau lebih dekat dengan langsung mengunjungi Stand Al-Azhar di Ma'rid!

-----
Dikumpulkan dari berbagai sumber
Rep: Muhammad Zainuddin  

Posting Komentar

0 Komentar