![]() |
Dr. Usamah Al-Azhari |
Masjid Al-Azhar Al-Syarif sejak kembali kepada penguasaan Ahlussunnah wal Jama'ah pada abad 6 Hijriah telah memberikan pengaruh luar biasa dalam memelihara ilmu-ilmu keislaman yang lurus. Selain sebagai pusat ibadah, lokal utama (zhullah), teras (shahn) dan bilik-biliknya (ruwaq) dipenuhi dengan kegiatan belajar-mengajar berbagai macam disiplin ilmu; baik ilmu naql, ilmu logika, ilmu praktis dan ilmu bahasa. Belum lagi universitasnya yang juga mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan umum. Sehingga tidak dipungkiri bahwa lingkaran keilmuan di Al-Azhar telah nyaris dikatakan komplit.
Walau demikian, institusi ini dengan sumbangsihnya yang begitu besar tidak sunyi dari kritikan dan penilaian merah dari beberapa pihak. Misalnya dalam bidang geliat Ilmu Hadits, banyak kaum intelektual menilai bahwa Al-Azhar lemah dalam pengajaran hadits dan bukan atmosfer yang cocok untuk mengembangkan keterampilan ini.
Anehnya, di antara yang memiliki penilaian demikian adalah seorang ulama besar produk Al-Azhar, guru dari para guru kita, muhadits terhebat pada masanya, yaitu Al-‘Allamah Al-Muhaddits Syekh Prof. Dr. Abdul Fattah Abu Guddah RA. Otokritik ini beliau sampaikan dalam Takhrij Kitab “Bulgoh al-Arīb fī mushtholah hadīts al-Habīb” karya Al-Imam Al-Hafizh Murtadho Al-Zabīdi. Menurutnya pada mukaddimah kitab tersebut, telah terjadi krisis regenerasi dan kemunduran signifikan perhatian Al-Azhar atas pengkhidmatan Sunnah setelah masa Al-Zabidi, untuk tidak mengatakan hampir punah.
![]() |
Al-Allamah Syekh Abdul Fattah Abu Guddah |
Sebagai reaksi atas pernyataan itu dan kritikan yang terus berkembang pada Al-Azhar, Syaikh Usamah Al-Azhari selaku singa muda Al-Azhar pun tergerak untuk menjawab dan menjadikan statemen guru dari para gurunya itu sebagai lokus penelitian dalam risalah kecil berjudul Al-Hadīts wa Al-Muhadditsūn fi Al-Azhar Asy-Syarīf, bahkah risalah ini adalah miniatur dari ulasan panjang dalam kitab beliau Asānīd Al-Mishriyyīn yang menjadi bukti nyata kehebatan khidmah Al-Azhar pada Sunnah Nabi SAW dari masa ke masa.
![]() |
Kitab Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun, Risalah yang ditulis sebagai respon atas kritikan terhadap kelemahan kajian hadits di Al-Azhar |
Dalam pendahuluan risalahnya, doktor hadits jebolan Fakultas Ushuluddin itu memaklumi klaim sepihak beberapa tokoh yang meng-underestimate Al-Azhar dalam membangun madrasah hadits. Sebab, setelah menggali sejarah ulama-ulama hadits Al-Azhar dari berbagai generasi, penilaian ini ditengarai karena memang kontribusi besar Muhadditsin Al-Azhar masih berserakan, belum terekam secara rapi dan belum ada yang membukukannya secara komprehensif. Suatu hal yang sangat disayangkan dan menyedihkan bagi Syekh Usamah, minimnya dokumentasi dan penyatuan tumpukan gunung jihad Azhariyyun dalam memelihara Sunnah Rasulullah SAW hingga nyaris dilupakan dan hilang tertelan masa.
Setelah melakukan penelusuran itu, Syekh Usamah mampu menunjukkan fakta dan memutar-balikkan opini yang sebelumnya merendahkan, bahwa tiada lembaga ilmiah dari ujung barat sampai ujung timur bumi yang berkhidmat kepada hadits seperti Al-Azhar; baik dari segi riwayah, diroyah, pemahaman, pembukuan, penahkikan, pentakhrijan, studi kritik, serta penghukuman shahih dan dho’if sebagaimana kiprah madrasah terbesar di Mesir ini.
Bentuk kontribusi ulama Al-Azhar dapat dilihat terang-benderang dalam delapan pintu berikut (sebagaimana jumlah pintu Surga):
1. Al-Azhar menggelar program pensyarahan kitab-kitab hadits secara besar-besaran, mulai dari kitab Al-Jāmi’, Al-Sunan, Muwattha dan sebagainya.
Seiring dengan penjelasan guru secara verbal di hadapan para murid, proses penyarahan ini selangkah seayung dengan penulisan. Dalam membaca, baik guru dan murid menulis dan membukukan penjelasan-penjelasan penting yang didapatkan selama membaca. Beberapa Ulama yang menempuh cara ini antara lain:
a. Al-Imam Al-Kabir Syaikh Al-Islam Syaikh Ali Ash-Sho’idi Al-‘Adawi Rahimahullah. Beliau menggelar pembacaan Shahih Al-Bukhari dalam rentang waktu 10 tahun. Dalam pembacaan itu, beliau menjelaskan dengan rinci setiap kalimat, teruma kejanggalan bahasa dan permasalahan fikih. Di antara yang ikut belajar dalam majelis ini adalah Imam Al-Amir Al-Kabir (w. 1232 H), pemilik kitab kumpulan sanad terkenal berjudul Sadd Al-Arb min ‘Ulūm al-Isnād, tsabat yang dicetak berkali-kali.
b. Al-‘Allāmah Al-Kabīr Asy-Syaikh Hasan Al-‘Idwi Al-Hamzawi yang melahirkan syarah Shohih Imam Bukhari dalam kitab besar 10 jilid.
2. Al-Azhar juga mengupas tuntas ilmu-ilmu terminologi hadits melalui kajian filologi manuskrip kitab-kitab mustholah, mematangkan konsep ilmu ini, merangkum kitab-kitab besar, serta melakukan proses editorial. Kategori ini terlihat gencar dilakukan pada abad 19, sehingga terlihat bagaimana produk karya Al-Azhar dalam bidang Ulumul Hadits demikian melimpah. Beberapa model karya dalam pintu ini di antaranya:
a. Al-Manhal al-Hadīts karya Al-'Allāmah al-Kabīr al-Syaikh Muhammad Abdul 'Azhīm al-Zurqāni, penyusun Manāhil al-'Irfān fī 'Ulūm al-Qur'ān.
b. Al-Manhaj al-Hadīts fī 'ulūm al-Hadīts sebesar empat jilid, karya Al-'Allāmah al-Kabīr al-Syaikh Muhammad Al-Samāhiy. Kitab luar biasa yang sulit ditandingi. Murid beliau Al-Muhaddits Prof. Dr. Nuruddin 'Itr menyesali kitab ini tidak dicetak, karena kitab ini telah menyeleksi secara maksimal permasalahan dalam Ilmu Hadits. Menurut hemat Dr. Usamah setelah melakukan komparasi, kitab ini lebih baik dari Kitab Taujih al-Nazhar fī 'Ulūm al-Atsar milik Syekh Thāhir Al-Jazāiri.
FYI: Kitab Taujih al-Nazhar fī 'Ulūm sendiri merupakan kitab rujukan utama dalam Fan Ulumul Hadis. Prof. Dr. Ali Jum'ah pernah menanyakan kepada Syaikh Abdul Fattah Abu Guddah kitab-kitab rekomendasi yang menjadi pegangan pokok bagi para muhaddits, secara bertahap beliau menyebutkan: pertama Nuzhah al-Nazhor, kemudian Nukat al-Hāfizh Ibnu Hajar 'alā Ibn Shalāh, kemudian Tadrīb al-Rāwi, kemudian Fath al-Mugīts, kemudian ditutup dengan Taujīh al-Nazhar. Sebab dalam kitabnya itu, Syaikh Thāhir Al-Jazāiri menawarkan metode falsafah hadits terbaru dengan mengolaborasikan teori-teori para Ushūliyyin dengan teori-teori Muhadditsīn. Metode ini juga diterapkan pada kitab Al-Manhaj al-Hadīts ditambah tahqiq dan editorial dari sang penyusun.
Kesaksian yang sama juga diberikan Prof. Dr. Ahmad Ma'bad, gurunya para muhadditsin masa ini, karena beliau telah membaca Fathul Mugīts sebesar 4 jilid penuh pada Syaikh Al-Samahi. Maka tidak heran, kitabnya adalah representasi dari tambahan dan perbaikan dari penelitian Al-Hafiz Al-Sakhawi.
c. Al-Wasīth fī 'Ulūm wa Mushtalāh al-Hadīts karya Al-'Allāmah al-Kabīr al-Syaikh Muhammad Abu Syuhbah, kitab ini setaraf dengan Tadrīb al-Rāwi dan kitab Fath al-Mugīts.
Setelah melakukan penelusuran karya tulis masyaikh Al-Azhar dalam bidang ini dari tahun 1930-an atau tujuh puluh tahun terakhir, Dr. Usamah mendapati tidak kurang dari 500 kitab yang diproduksi khusus pada pintu kedua ini.
3. Al-Azhar mencurahkan perhatian besar yang tiada tandingannya dalam ilmu metodologi muhaddits (manahajil muhadditsin), setelah ilmu ini sempat mati suri berabad lamanya di kalangan para ulama dan kritikus hadits. Sehingga datang para Azhari mengibarkan benderanya kembali.
Penamaan disiplin ilmu ini merupakan penyetaraan dari nama lamanya Syurūth al-Aimmah (Kriteria Kesahihan Hadits di Kalangan Para Imam Hadits), yang dahulu pernah disusun oleh Imam Ibnu Mandah, Imam Al-Hazimi dan Imam Al-Maqdisi. Di antara karya ulama Al-Azhar dalam disiplin ini:
a. Al-Hadits wa al-Muhadditsun karya Syaikh Muhammad Muhammad Abu Zahwu.
b. Al-Dhou'u al-Lāmi' al-Mubīn 'an manāhij al-Muhadditsīn karya Syaikh Al-Muhaddits al-Syaikh Ahmad Muharram al-Syaikh Naji. Dua jilid kitab ini menghimpun metodologi para muhadditsin hingga abad empat Hijriah. Bahkan Syekh Ahmad Muharram mengaku, beliau memiliki pengetahuan untuk menghimpun metode muhadditsin sampai masa ini, yang jika dikumpulkan akan mencapai 10 jilid.
Masih banyak lagi karya Ulama Al-Azhar dalam pintu ketiga yang mulai berenkarnasi satu abad terakhir di tangan mereka ini. Di antara pakarnya adalah Al-'Allamah al-Syaikh Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim.
4. Ulama Al-Azhar menelurkan karya-karya berkualitas dalam ilmu takhrij hadits, menjelaskan sistem kerja saat terjadi kontradiksi pada satu hadits dengan hadits lain (muktalaful hadits), bagaimana memproses hadits yang mengandung 'illat, teknik penggabungan berbagai jalur sanad dan membandingkan semua jalur untuk mengeluarkan illat, pembahasan jarh wa ta’dil, meneliti perawi, kritik dan teknik menghukumi sanad.
Tanbih: Artikel singkat ini tidak mungkin dapat merincikan delapan pintu pengabdian ulama Al-Azhar yang diulas dalam risalah Syekh Usamah Al-Azhar. Adapun empat pintu sisanya, secara garis besar adalah: (5) Ulama Al-Azhar menggelar majelis pembacan hadits, memperdengarkan, memelihara rentetan sanad dan memberikan ijazah baik secara lisan ataupun dalam bentuk print-out. (6) Melakukan penemuan-penemuan baru dalam ilmu hadits, melakukan pengembangan dalam jar wa ta’dil dan dalam menshahihkan serta mendha’ifkan hadits. (7) Melakukan penyusunan dan penerbitan kitab kumpulan-kumpulan hadits seperti Al-Jami’ Ash-Shagir karya Al-Hafizh As-Suyuthi. (8) Melakukan editoral dan kajian filologi dari manuskrip-manuskrip yang terpendam sehingga menjadi kitab yang beredar luas sangat bermanfaat, dengan keahlian professional dalam bidang itu.
Untuk mengetahui lebih lanjut, kawan-kawan bisa membaca Risalah yang telah kami sebutkan judulnya di atas dengan mendapatkannya di Maktabah Kasyidah dengan harga murah 10 LE. Risalah mungil ini rasanya cukup dibaca dari perjalanan Bus dari Darrasah ke Asyir, namun sarat akan informasi berharga.
Selamat membaca!
***
Muhammad Zainuddin Ruslan
***
Muhammad Zainuddin Ruslan
0 Komentar