Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Kajian Makalah El-Dawam: Sinkronisasi Peran Akal dalam Agama Islam Menurut Abbas Mahmud Al-Aqqad





Tokoh muslim sekaligus budayawan asal Mesir yang perlu dikaji pemikirannya adalah Abbas Mahmud al-Aqqad. Beliau adalah pemikir yang produktif dalam menghasilkan karya, misalnya dalam bidang sastra dan beberapa cabang ilmu lainnya.

Salah satu buku karangan beliau yang kemudian menjadi rujukan pembuatan makalah oleh saudara Wahyudi Maulana Hilmy adalah At-Tafkir Faridhah Islamiyah. Buku ini mencakup duabelas pembahasan mengenai urgensi dan istimewanya akal dalam Islam.

Dimulai dari pemahaman bahwa penggunakan akal untuk berpikir dalam Islam bukan hanya anjuran, tapi keharusan. Hal tersebut dikarenakan akal adalah anugerah yang mulia dari Allah swt., sedangkan jika manusia tidak menggunakan akalnya secara proporsional, maka bisa dibilang ia tidak bersyukur terhadap nikmat akal tersebut.

Keharusan berpikir ini juga sering dilontarkan oleh banyak ayat dalam Alquran, dan biasanya akan dikaitkan dengan sesuatu yang baik; tentang penciptaan manusia, tentang agungnya  langit beserta isinya, dan lain-lain. Cukuplah redaksi, “maka apakah kamu tidak berpikir?” yang sering ditemukan dalam beberapa ayat Alquran, menjadi bukti yang jelas betapa Islam menjunjung tinggi penggunaan akal untuk berpikir.

Hal ini juga sejalan dengan anjuran dan keharusan umat Islam untuk menuntut ilmu. Ilmu didapatkan setelah adanya proses berpikir yang melibatkan akal. Sebagaimana ilmu sangat dijunjung tinggi dan menjadi salah satu kunci dalam memahami sumber ajaran Islam, seperti itu pula akal sangat dijunjung tinggi dan menjadi kunci dalam memahami ajaran Islam. Dua hal yang terlihat berbeda, tetapi merupakan kesatuan yang utuh.

Lebih jauh, dengan adanya bekal akal pada manusia ini, manusia sejak ratusan tahun sebelum masehi sudah mulai membahas misteri alam semesta dengan menggunakan kemampuan akal, mencari kebenaran di dunia yang penuh tipu daya ini. Lahirlah ilmu Filsafat yang pembahasannya menekankan pada akal dan rasionalitas.

Para filusuf tersebut misalnya Sokrates, Plato, Ibnu Rusyd, al-Kindi, dan lain-lain. Pembahasannya perihal penciptaan alam, kekalnya ruh, ataupun kekalnya manusia. Filsafat terus berkembang dengan pembahasan lebih spesifik, Filsafat Sejarah, Filsafat Bahasa, Filsafat Etika, dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan adanya ilmu Logika yang juga berkembang pesat dan memiliki spesifikasi, misalnya Logika Bahasa, Logika Matematika, dan lain sebagainya. Apalagi ilmu Logika bertujuan untuk membantu manusia berpikir secara benar dan teratur. Ini tak lain menunjukkan bahwa pemikiran –dengan adanya akal, akan terus berkembang dan mengharuskan manusia untuk berpartisipasi dalam hal tersebut.

Namun, pada akhirnya akal hanya sebuah alat untuk berpikir dan mencari kebenaran. Ia tak bisa dijadikan imam untuk menjawab semua hal secara rasional dan logis. Ia memiliki keterbatasan yang harus disadari. Akal tak dapat menjangkau sesuatu yang irasional, maka satu hal yang dapat ia lakukan adalah beriman terhadap perintah Tuhan.

Bahwa akal adalah terbatas. Sesuatu yang tak dapat dijangkau akal, tak bisa langsung disebut tak ada dan tak rasional. Allah-lah pencipta akal tersebut, memberikan secercah cahaya untuk bisa melihat agungnya ciptaan-Nya yang terhampar di jagat raya ini. Supaya manusia berpikir, bahwa ternyata ada Yang Tak Terbatas diluar akal yang serba terbatas.


Posting Komentar

0 Komentar