Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Dikasi Pantun oleh Pemandu Acara, TGB Balas dengan Ini


 



Tasbih baru kayunya kuka
Belinya di pasar Asir
Kalau tuan guru sudah di muka
Hati pun jadi berdesir-desir

Demikianlah kutipan pantun yang dibacakan Master of Ceremony dalam Motivation Talk bersama TGB di Aula KM-NTB Mesir, Rabu Malam 18 Oktober 2018. Setelah sempat menghentikan pembicaraannya ketika adzan Isya berkumandang, cucu pahlawan nasional asal NTB itu melanjutkan pidatonya dan tidak mau kalah dengan pantun-pantun yang dibawakan MC. Beliau mengutip syair berbalas dari dua ulama besar, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki dan sang kakek TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.

TGB bersama Presiden PPMI Mesir Saiful Jihad, Wapres Ahmad Chudhary dan Sekjen Najid Achtiyar
Berawal dari ungkapan kebanggaannya melihat kemajuan-kemajuan juniornya di KM-NTB Mesir, beliau bercerita: "Dulu, KM kita ini selalu diplesetkan artinya, bukan Keluarga Mahasiswa, tapi Kumpul Makan." Katanya, "Mendengar laporan program-program yang disampaikan oleh gubernur KM-NTB Mesir tadi, bahwa sudah beberapa masyaikh datang ke tempat ini, saya jadi teringat dulu ketika Maulana Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam kunjungannya ke Indonesia di Pancor, di kediaman Almagfurulah Syekh Zainuddin Abdul Majid. Pada jamuan makan mereka, terjadi obrolan hangat dan mesra sebagaimana ulama. Sayyid Muhammad, berseloroh:

ومن أعجب ما ترى العينان

"Di antara pemandangan yang mengagumkan mata", Sebelum melanjutkan ke sathr ke dua, beliau berkata kepada sahabatnya: "Coba anda yang lanjutkan, Syekh Zainuddin!"
Spontan Syekh Zainuddin menjawab:

تتابع الأكل في أنفناني


Abuya Sayyid Muhammad memang takjub melihat acara makan demi makan di setiap majelis sebagaimana adat jamaah di Indonesia menyambut ulamanya dengan berkat-nya yang banyak.

"Memang dulu kita kumpul bersilaturrahim menikmati untuk hidangan. Itu mubah memang. Tetapi Alhamdulillah sekarang perkumpulannya terlihat semakin mengarah. Pertemuan-pertemuan mahasiswa bukan untuk santapan jasmani semata, tetapi juga santapan fikri, ruhani dan aqli. Memang santapan inilah yang semestinya diperbanyak oleh adik-adik mahasiswa semua. Karena keberadaan di Mesir ini sangat berharga, sangat mahal nilainya. Kadang belum terasa manfaatnya sekarang, tetapi nanti setelah sampai di Indonesia baru terasa."

Menurutnya, keistimewaan luar biasa berada di Mesir adalah pada tawāfur al-maraji' (melimpahnya sumber bacaan), kemudia furshah li al-ta'ayusy al-fikri (keberadaan untuk satu panggung dengan berbagai macam pemikiran) dan ihtikak wa talakuh fikri (persilangan pemikiran) untuk menyemaikan dan menyuburkan malakah intelektual.

"Oleh karena itu, kepada mahasiswa-mahasiswa, saya pesan betul kepada untuk benar-benar mengisi, memenuhkan akal pikiran dan hati dengan ilmu-ilmu dan hal-hal bermanfaat. Itu semua akan sangat berguna nanti. Bahkan boleh saya katakana selama 10 tahun memimpin NTB dan resmi turun 17 September kemarin, bahwa tulang punggung dari pelaksanaan asas-asas yang saya lakukan ketika melaksanakan kepemimpinan di NTB, nilai-nilai, landasan dan dasarnya itu mustalhamatun min al-qiyam al-azhariyyah (terilhami dari nilai-nilai keazharan). Begitulah saatnya terasa kehebatan Al-Azhar mendidik kita dan membiasakan kita hidup dalam keragaman pemikiran yang luar biasa dengan tetap mengetahui pondasi."

TGB melanjutkan cerita tentang pengalaman menghadiri acara bersama Rabithah Khirrij al-Azhar: "Tadi ketika dalam acara Takrim Mutafawwiqin wal Mutafawwiqat di Markaz Lughah, saya bangga melihat yang diberi penghargaan itu hampir semua adalah mahasiswi Indonesia. Yang lebih menarik, Prof. Dr. Abdul Fadhil El-Qushi setiap memberikan piagam, beliau selalu bertanya: "Anti Asy'ariyyah?" "In lam takun Asy'ariyyah, fa kūni maturidiyyah!". Pertanyaan dan pernyataan itu terus-menerus diulang. Ketika kembali duduk, beliau menoleh ke saya mengatakan: 'Boleh saja anak-anak kita ini membaca apapun yang ingin mereka baca, mengkonsumsi pemikiran siapapun yang ada di Mesir ini, tapi pondasi-pondasi mereka adalah pondasi Asy'ariyyah wa Maturidiyyah Ahlussunnah wal Jama'ah. Ini adalah ungkapan dari seorang akademisi yang sudah mujarrab, yang sudah panjang sekali pengalaman pemikirannya. Bahwa di tengah samudera pemikiran yang sangat dalam dan bergelombang tinggi, kita perlu satu pegangan yang kuat. Dan pegangan kuat yang dimaksud ini adalah sebagaimana yang berulang kali menjadi butir penting rekomendasi di setiap konferensi-konfrensi yaitu manhaj Asy'ari. Karena manhaj inilah yang mencerminkan dan merepresentasikan moderasi Islam. Inilah yang penting untuk adik-adik dalami, selami dan berenang dalam samudera pemikiran. Tetapi ingat landasan dan pokok yang dipegang teguh, yaitu manhaj asy'ari, maturidi, wasathi."

Posting Komentar

0 Komentar