Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Membaca dan Menelaah Kitab Hadits Al-Arba'in An-Nawawiyah


Kitab Arba'in Nawawiyah merupakan kitab buah tangan dari Imam an-Nawawi, seorang ulama ahlussunah wal jama'ah yang bermazhab Syafi'i. Kitab ini merupakan salah satu master peace dari karangan sang imam, karena beliau memiliki puluhan karangan lainnya dari berbagai bidang dan disiplin ilmu. Arba'in Nawawiyah adalah kitab yang dikumpulkan didalamnya 42 hadits shohih dari Rasulullah saw.

Apakah Imam Nawawi adalah satu-satunya ulama yang mengumpulkan 40 hadits? Ternyata tidak! Karena sudah sangat banyak ulama yang melakukannya terlebih dahulu, ataupun setelah beliau, seperti: Abdullah Ibn Mubarok, Al-Hasan Ibn Sufyan An-Nasaai, Abu Bakr Ibn Ibrahim Al Asfahani, dan lain sebagainya. Mereka mengumpulkan 40-an hadits dari berbagai bidang dan disiplin ilmu. Bidang adab, manaqib, fiqh, ushuluddin, dan masih banyak lagi yang lain. Tetapi Imam Nawawi datang dengan wajah yang berbeda, beliau mengumpulkan 42 hadits dalam satu kitab yang mencakup perkara-perkara agama secara mujmal. Mulai dari aqidah, syari'ah, dan tasawuf.

Dan para ulama telah mengisyaratkan bahwa setiap hadits yang termaktub dalam kitab ini merupakan kaidah yang sangat mendasar dan penting dalam kaidah agama, dan mereka pun mensifatkan bahwa poros Islam berada dalam hadits-hadits ini. Inilah yang menjadi mumayyizat dari hadits al-Arba'in an-Nawawiyah karangan Imam Nawawi, dibandingkan dengan hadits al-Arba'in yang lain.

Image result for arbain nawawiyah

Bukan tanpa alasan ulama mengumpulkan hadits Rasulullah saw. menjadi 40-an hadits atau lebih yang biasa di sebut al Arba'in, semua mempunyai dasar yang jelas. Dari sini, timbullah pertanyaan, mengapa harus Arba'in? Bukankah kalau lebih banyak lebih bagus? Seperti Sittin, atau Sab'in, bahkan Mi'ah. Ada apa dengan bilangan 40 ini? Apakah ini murni dari ijtihad Imam Nawawi sendiri atau ulama lainnya? Ataukah ada isyarat dari Baginda Rasulullah saw.?

Ternyata, pengumpulan hadits yang dimotori oleh para ulama dalam jumlah kurang lebih 40 atau yang sering diistilahkan dengan Arba'in merupakan perpanjangan tangan dari titah Baginda Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan dari banyak sahabat, seperti Ibn Mas'ud, Ali bin Abi Tholib, Mu'adz bin Jabal, dan banyak lagi yang lain, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

من حفظ على أمتي أربعين حديثا من أمر دينها بعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء

Artinya: "Barang siapa yang menjaga (menghafal) atas umatku 40 hadits dari perkara agamanya , maka Allah SWT akan membangkitkannya kelak pada hari kiamat bersama golongan fuqoha (red: ahli fiqih/orang yang sangat paham dengan ilmu agama) dan ulama (red: orang yang memiliki banyak ilmu).”

Para muhadditsin sepakat, bahwa hadits diatas tergolong kedalam hadits dho'if. Kendati menempati derajat yang dho'if, para ulama pun sepakat, bahwa pengamalan pada hadits ini tidak menyalahi aturan, karena pengamalan hadits dho'if dibolehkan oleh para muhadditsin pada dua tempat, pertama: pada fadho'il al-a'mal, dan yang kedua: pada manaaqib (dengan syarat tertentu).

Pengamalan hadits diatas semakin dikuatkan dengan banyaknya jalan periwayatan. Dengan banyaknya periwayatan tersebut, hadits ini pun terangkat derajatnya ke tingkat hasan lighairih (hadits dho'if yang diriwayatkan melalui banyak jalan). Untuk penjelasan lebih lanjut terkait pembagian hadits, silahkan merujuk ke kitab-kitab hadits karangan ulama dan para muhadditsin.

Dalam muqoddimah Syarh Arba'in, Imam Nawawi menjelaskan bahwasanya beliau tidak hanya berpegang pada hadits diatas dalam pengumpulan 42 hadits ini, bahkan beliau lebih suka berpegang pada hadits Rasulullah saw. yang lain, yaitu hadits yang menempati derajat yang lebih tinggi, yakni derajat shahih, hadits yang Rasulullah sabdakan ketika beliau berada di Mina pada hari Nahar, haji Wada' (haji perpisahan) tahun 10 Hijriah.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:(وليبلغ الشاهد منكم الغائب). رواه البخاري

Artinya: Rasulullah saw. bersabda: “Hendaklah seorang syahid (orang yang hadir ketika itu) menyampaikan kepada yang tidak hadir.”

Dengan kata lain, Imam Nawawi lebih dulu membaca dan mempelajari hadits yang beliau kumpulkan ini, dan beliau merasa berkewajiban untuk menyampaikan kepada generasi setelahnya (hingga sampai kepada kita). Dan dengan pengamalan hadits diatas, kitapun memiliki kewajiban yang sama seperti halnya Imam Nawawi untuk menyampaikan ilmu kepada generasi-generasi mendatang.

Selain dua hadits diatas, Imam Nawawi juga berpegang dalam pengumpulan ini pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu Majah, Imam Hakim dan Imam Turmudzi (dalam kitab mereka), Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

"Allah menyinari wajah seseorang yang mendengar perkataanku, maka dia menghafalnya, mentadabburi maknanya serta mengamalkannya, dan menyampaikan kepada orang yang sesudahnya sebagaimana dia mendengarnya (tidak melebih-lebihkan dan mengurangi keagungan sabda Rasulullah saw.).”

Dan setelah itu semua, akan muncul sebuah pertanyaan lagi: mengapa harus kitab kecil seperti Arba'in Nawawiyah, kenapa tidak langsung saja pada Shahih Bukhari, Shahih Muslim, atau kitab rujukan lainnya yang notabenenya merupakan tempat diambilnya hadits-hadits yang ada di dalam kitab ini? Jawabannya cukup sederhana, sudah termaktub didalam Shahih Bukhari yang diambil dari perkataan Abdullah Ibn Abbas RA., seorang turjuman al-Qur'an, ash-Sahabah al Jalil, beliau berkata:

العالم الرباني هو الذي يربي بصغار العلم قبل كباره

Artinya: "Orang alim yang rabbani adalah orang yang mendidik dengan ilmu yang kecil sebelum melanjutkan ke yang besar.”


Ungkapan Abdullah Ibn Abbas RA. di atas berbanding lurus dengan manhaj yang ditetapkan oleh universitas Islam terbesar didunia, Al-Azhar University. Pendidikan dengan cara berjenjang, mengkaji suatu ilmu dari yang terkecil (paling mendasar) sampai yang terbesar. Maka, mari bersama-sama untuk lebih memahami sabda Rasulullah saw., dan dimulai dari kitab Arba'in Nawawiyah ini, Insyaallah ta'ala.

Posting Komentar

0 Komentar